- Sintesis: Setelah diskusi, perusahaan A setuju untuk menyediakan dokumentasi tambahan atau melakukan penyesuaian pada pengeluarannya, menghasilkan laporan pajak yang lebih akurat dan lengkap.
2. Kasus Wajib Pajak Individu B:
- Tesis: Wajib pajak individu B melaporkan pendapatan dari berbagai sumber yang tampaknya sesuai dengan gaya hidup mereka.
- Antitesis: Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada sumber pendapatan yang tidak dilaporkan, berdasarkan perbandingan dengan laporan transaksi bank.
- Sintesis: Wajib pajak B mengakui pendapatan yang terlewat dan setuju untuk memperbarui laporan pajak mereka serta membayar pajak yang terutang.
Model Dialektika Hanacaraka dalam Audit Perpajakan
Model Dialektika Hanacaraka adalah pendekatan yang mengadaptasi struktur tradisional aksara Jawa "Hanacaraka" untuk menyusun proses pemeriksaan pajak secara sistematis dan dialektis. Dialektika Hanacaraka adalah pendekatan filosofis yang berasal dari budaya Jawa, yang mencakup konsep harmoni dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Hanacaraka adalah aksara Jawa yang memiliki nilai filosofi mendalam. Setiap huruf dalam Hanacaraka mengandung ajaran tentang kehidupan, moralitas, dan etika. Dalam audit perpajakan, pendekatan ini dapat digunakan untuk mencapai keseimbangan antara kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan keadilan bagi entitas yang diaudit.
Menggunakan pendekatan Hanacaraka dalam audit perpajakan penting karena mempertimbangkan aspek budaya dan nilai lokal dalam proses audit. Ini memungkinkan auditor untuk tidak hanya fokus pada kepatuhan hukum tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai etis dan sosial yang relevan. Model ini terdiri dari empat tahap: Hana Caraka (tesis), Data Sawala (antitesis), Padha Jayanya (sama-sama kuat), dan Maga Bathanga (sintesis/kebenaran sejati). Setiap tahap mencerminkan proses dialektis yang bertujuan untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan ketidakpatuhan pajak dengan cara yang adil dan menyeluruh.
1. Hana Caraka (Tesis)
Tahap ini merupakan titik awal dalam proses pemeriksaan perpajakan. Auditor memulai dengan asumsi dasar bahwa laporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak adalah benar, lengkap, dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Â Tujuannya adalah menetapkan dasar pemahaman yang netral dan tidak bias untuk memulai proses audit, memberikan wajib pajak keuntungan dari keraguan.