Perampok yang menganiaya apalagi sampai membunuh menjadi incaran operasi petrus. Namun berkat jimat sikep dari Ki Dukun, Parman selalu lolos. Intel yang mengintai selalu gagal menangkapnya.
Selain itu Parman selalu mengamati keadaan sekitar. Pada jaman itu jika ada seseorang yang menggunakan Handy Talki (HT) sudah pasti petugas keamanan. Entah dari polisi atau dari ABRI (sebutan TNI jaman dulu).
HT juga sering digunakan oleh intel dalam mengintai target DPO (Daftar Pencarian Orang). Selain menggunakan HT, seorang intel pada jaman itu juga dibekali dengan headset di telinga. Bentuk headset jaman dulu hanya seutas kabel kecil warna putih dengan speaker mini. Alat ini digunakan untuk mendengar pesan melalui alat komunikasi yang disiarkan dari markas. Oleh sebab itu Parman sangat mengenali orang yang menyamar atau intel hanya melalui seutas kabel putih yang terlihat menjuntai itu.
Dalam pelariannya keluar pulau. Parman selalu menghindari warung kopi yang diramaikan permainan kartu domino. Ia juga tak suka mendekati arena sabung ayam, lokalisasi WTS (sekarang disebut PSK) serta terminal maupun stasiun kereta api.
Parman memilih tinggal di makam seorang keramat. Ia lebih suka menyamar sebagai orang yang taubat. Karena dengan demikian juru kunci akan memperhatikan kebutuhannya. Di area pemakaman keramat yang sering diziarahi orang, Parman bertugas membersihkan toilet. Baginya lokasi ini sangat aman dan tidak terendus petugas keamanan atau intel. Tapi namanya kejahatan selalu meninggalkan jejak. Pelaku kejahatan selalu dikejar. Meskipun dia berlindung, pada akhirnya tertangkap juga.
Malam itu ada pejabat penting berziarah, semua lokasi harus steril. Banyak intel melakukan penyamaran. Parman mengira intel itu fokus pada pengamanan tempat. Tak tahunya salah satu intel mencium keberadaan Parman. Tertangkaplah Parman saat membersihkan toilet.
Ia dipenjara seumur hidup. Usianya masih 30 tahun, hendak menikahi Lilik gadis pujaannya, namun karena tak cukup biaya merampoklah ia pada seorang pengusaha kaya di desa sebelah. Ia dijebloskan pada sel yang dijaga ketat. Kota kecil dengan penjara pengap membuat hidupnya habis di dalam ruang isolasi itu.
Tahun 1986 Parman menjadi narapidana. Lilik gadis pujaannya menikah pada tahun 1989 dengan Kang Wiryo, seorang duda pengusaha kaya yang ditinggal mati istrinya. Istri kang Wiryo mati terbunuh oleh Parman saat peristiwa perampokan.Â
Selama di dalam sel, Parman menganggap Lilik akan menjenguknya. Tapi, nihil. Parman malah ditusuk-tusuk sepi, dikurung kegelapan dan dilindas waktu yang beradu cepat dengan keriputnya.
-----*****-----
Tahun 2011, Parman mendapat keringanan hukuman. Ia akan segera dibebaskan karena perilakunya yang baik dan ditengarai menderita paru-paru basah. Pihak penjara mengurus surat keringanan hukuman. Selama menunggu pengurusan itu, Parman mulai dipindah ke penjara agak luas. Tidak lagi berdiam di dalam sel sempit dan gelap.
Tak ada yang diharapkan menjelang kebebasannya, selain masih berharap cinta untuk Lilik. Setahun berikutnya saat perayaan HUT Kemerdekaan RI, Parman dinyatakan bebas dan kembali ke masyarakat. Adiknya perempuan yang menjemput Parman dari penjara pulang ke rumah. Kedua orang tuanya sudah meninggal saat Parman menjalani masa hukuman. Saudara lainnya telah lama merantau.
Parman naik angkutan umum. Matanya tak lepas dari berbagai orang-orang disekitarnya. Meski usianya 56 tahun tapi sorot matanya masih tajam. Ada enam penumpang di dalam angkutan umum. Dua orang lelaki termasuk dirinya. Empat orang perempuan termasuk adiknya.