Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Menghemat Gaji dengan Jualan Takjil

30 April 2020   23:43 Diperbarui: 1 Mei 2020   06:28 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berjualan takjil bisa jadi pilihan untuk menambah penghasilan, asal tetap jaga physcial distancing sesuai arahan pemerintah| Sumber: KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia

Jualan takjil sekaligus berhemat?
bukankah jualan perlu modal?
bagaimana bisa berhemat?

Ramadhan tahun ini memang berbeda nuansanya jika dibandingkan sebelumnya. Adanya pandemi covid-19 seolah menjadi tantangan bahwa kita terus beribadah dalam situasi apapun. 

Demikian pula dalam hal berhemat. Ada pandemi covid-19 atau tidak, kebiasaan berhemat adalah baik dan sangat membantu apalagi saat semua berdiam diri di rumah saja.

Sebagai pegawai dengan gaji pas-pasan, berhemat adalah upaya paling masuk akal dan terukur. Masuk akal karena dengan pendapatan yang minim kita bisa melakukan upaya lain untuk tetap menyambung hidup.

Dikatakan terukur karena kita sendiri yang tahu sampai mana batas kemampuan serta keinginan mana saja yang bisa dipenuhi. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Ingin yang mewah tapi penghasilan rendah.

Pada bulan Ramadan seperti ini, jualan takjil adalah usaha sampingan yang mampu menambah penghasilan sekaligus berhemat. Bagaimana bisa?

Takjil adalah makanan untuk berbuka puasa. Takjil sendiri dalam bahasa Arab artinya menyegerakan atau mempercepat. Jika sudah waktunya berbuka, maka takjil adalah makanan atau minuman yang segera membatalkan puasa. Tidak boleh ditunda.

Sifat takjil yang segera itulah menjadi lahan usaha kuliner di Indonesia. Jika di Arab kebanyakan menggunakan Kurma, maka di Indonesia ada kolak, ada es buah, gorengan, jajanan basah atau jajanan tradisional, serta olahan makanan lainnya.

Saat bekerja di rumah (WFH) otomatis saya hanya menerima gaji bulanan saja. Tanpa ada lembur dan honor-honor lain yang bisa saja saya terima dari kegiatan lain, misalnya menjadi pemateri atau mengerjakan suatu kepanitiaan. 

Dengan penghasilan yang cukup untuk sebulan dan semua anggota keluarga ada di rumah, maka kebutuhan makan dan minum menjadi prioritas yang bertambah dibanding sebelumnya. 

Keluarga dengan lima orang di dalamnya jika dirata-rata mungkin akan menghabiskan sekitar 20 kg beras sampai 25 kg beras. Jika ada yang lebih mungkin tidak sampai 30 kg.

Ada tambahan pula anggaran untuk sayuran, bumbu, cuci mencuci, kamar mandi, listrik, air, biaya bulanan kebersihan dan keamanan, angsuran, dan berbagai dana yang dialokasikan rutin bulanan. Sekalian untuk jaga-jaga meskipun jumlahnya sedikit. Memang sudah tidak ada lagi untuk jaga-jaga.

Semua di tata sedemikian rapi, minggu pertama harus sesuai anggaran. Minggu kedua, ketiga dan sampai akhir bulan harus pas. Syukur kalau masih bisa menabung. Namun, kalau hanya gaji bulanan mana tahan? Tentunya sulit untuk menabung.

Jika tidak bisa menabung, maka solusinya adalah mencari tambahan dari penghasilan lainnya. Salah satunya dengan jualan takjil di bulan Ramadan seperti kali ini. Sebab apa yang dibutuhkan orang saat puasa jika bukan takjil? Apalagi jika malas memasak sendiri.

Kesibukan berburu takjil di Bendungan Hilir, Jakarta Selatan pada hari pertama Ramadhan tahun 2019 lalu| Sumber: KOMPAS.com/Vitorio Mantalean
Kesibukan berburu takjil di Bendungan Hilir, Jakarta Selatan pada hari pertama Ramadhan tahun 2019 lalu| Sumber: KOMPAS.com/Vitorio Mantalean
Pemikiran inilah yang membuat saya membantu istri untuk mengolah makanan takjil. Saya sudah sepakat dengan istri bahwa dalam berjualan hanya ada tiga syarat: 

1. Cita rasa enak, pengolahan bersih, penyajian sehat dan menarik

Cita rasa adalah kunci utama. Bagaimana kuliner bisa laku dan dicari? Kuncinya ada di cita rasa. Jika nikmat dan rasa yang pas di lidah sudah menjadi acuan pembeli, maka mereka akan terus mencari (mengulang) dan mengingatnya. 

Cita rasa yang enak bisa dilahirkan dari berbagai uji coba dan boleh dicicipi oleh banyak orang, misalnya tetangga terdekat. Jika semua orang menyatakan rasanya enak, maka tak ayal ketika dijual pun akan sama penilaiannya.

Selain enak rasanya, kita juga harus jujur dalam mengolah makanan dan minuman. Bahan yang bersih serta sehat harus diracik dan disiapkan secara bersih dan sehat pula. 

Jangan sampai menjadi penjual yang tidak jujur. Meski pembeli tidak tahu proses pengolahan (memasak) tapi, sebagai produsen kita harus jujur. Jangan sampai memasak di dapur yang jorok, lantai yang lembab, serta dekat bau-bau tajam yang merusak cita rasa makanan itu sendiri.

Pikirkan juga bahwa pembeli akan menikmati masakan kita, sehingga jika mereka sehat, tidak sakit perut atau keracunan, maka satu poin berharga akan menjadi nilai atas jerih payah kita. Bukankah proses tak pernah membohongi hasil?

Jika sudah siap, maka sajikan dengan menarik. Pakai pewarna alami, jangan pakai pengawet atau pewarna yang justru berbahaya bagi tubuh. Jaga kebersihannya, misalnya dibungkus dengan daun atau kertas. 

Sebisa mungkin mengurangi penggunaan plastik. Hindari terpapar debu jalanan atau sentuhan jari secara langsung. Sebab kita tidak tahu jari tadi habis memegang apa.  

2. Mau berkorban waktu untuk memasak, menjual atau titip pada agen, serta mengatur hasil penjualan

Memasak atau mengolah makanan dan minuman merupakan kesibukan yang memerlukan tenaga dan waktu. Bahan bisa dibeli. Dapur bisa dibersihkan, tapi tenaga dan waktu harus diatur supaya tersedia sebelum azan maghrib, dan tidak menguras tenaga saat puasa. 

Wah, ribet juga ya? Tidak seribet itu juga, asalkan kita memiliki formula atau pedoman memasak.

Sebelum memasak, ada waktu yang kita luangkan untuk belanja bahan. Belanja dilakukan saat pagi hari. Setelah itu kita bisa mencuci pakaian, bersih-bersih rumah dan istirahat sebentar. 

Sekitar jam dua siang barulah kita mulai mengupas, menumbuk, memberi bumbu dan sebagainya. Saat sore kita bisa mulai memasak dan langsung dikemas. Menjelang maghrib, bisa kita jual sendiri atau titip pada agen. Jangan lupa physical distancing.

Waktu penjualan hanya singkat. Semua akan berhenti setelah azan maghrib. Saat itulah kita sendiri jangan lupa untuk berbuka. Jika dagangan kita dititipkan agen, maka beri sisa dagangan untuk penjaganya, hitung-hitung untuk sedekah juga. 

Bukankah memberi makanan bagi orang yang berpuasa pahalanya sama dengan orang yang berpuasa tanpa dikurangi apapun?

Terakhir, hitung hasil penjualan. Sisihkan untuk modal bahan baku dan sisanya adalah keuntungan kita. Kok hanya receh? Ya memang receh, sebab kita hanya berjualan sekian jam saja. 

Tapi, jangan anggap recehan apa yang kita lakukan sekecil apapun. Sebab meski terkesan receh nyatanya kita juga menyisihkan makanan dan minuman untuk berbuka di rumah. Jadi hemat bukan? Ya jualan ya dapat makan. Ya dapat uang ya bisa sedekah.

Apakah hasil receh bisa ditabung? Bisa saja, jika itu besar atau sesuai perhitungan Anda itu pantas ditabung. Bukankah gaji kita bisa molor atau bertahan sampai beberapa minggu. Toh, kita hanya memutar modal saja, tidak memutar uang gaji. Jadi masih utuh kan?

3. Memiliki kemampuan mengolah berbagai variasi makanan agar pembeli tidak bosan

Kemampuan mengolah berbagai variasi makanan ini sangat penting. Sebab jika monoton tidak ada variasi, maka pada minggu kedua pembeli akan menilai dagangan kita secara apatis. "Tiap hari ketemu itu terus" demikian gumam mereka. 

Beda jika kita memiliki kemampuan variasi mengolah makanan. Jika perlu dibuatkan daftar, misalnya hari Senin kue pukis, hari Selasa sayur daun ketela, hari Rabu es cincau, hari Kamis gorengan tahu isi, hari Jumat puding dan donat, hari Sabtu kolak labu dengan kolang kaling dan hari Minggu ayam bakar sambal pedas.

Meski kita memiliki variasi takjil tiap hari, jangan lupa ada pelanggan yang biasanya setia mencari takjil yang tidak sesuai dengan daftar harian. Misalnya saat kita mau menjual kue donat, ternyata ada pelanggan yang ingin kue pukis. 

Maka, berikan ketentuan kepada agen, atau beritahukan pada pembeli bahwa takjil diluar daftar bisa dibeli dengan cara memesan sehari sebelumnya atau minimal siang hari. Dengan demikian kita bisa tetap bervariasi sesuai menu harian, dan tetap bisa memenuhi keinginan pelanggan yang tidak sesuai menu harian.

Mengasah kemampuan mengolah berbagai variasi makanan bisa dipelajari dari banyak sumber. Bisa dari resep orang tua, mertua, tetangga, buku, media sosial atau uji coba sendiri. Jangan menyerah untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu irit bahan tapi enak dirasa.

Ucapkan terima kasih kepada pembeli atau penjaga agen dan berdoalah bahwa Ramadan ini memberimu berkah hingga gajimu bisa dihemat, atau minimal tidak belanja apapun menggunakan gaji. 

Untuk buka puasa kita bisa mendapatkan sisa dagangan. Untuk sahur kita bisa memasak ala kadarnya, sebab sebentar lagi bersiap untuk belanja bahan takjil. Sekalian hemat kita juga tak merasa waktu panjang saat berpuasa, tiba-tiba sudah sore dan kita buka puasa serta menghitung laba.

SINGOSARI, 30 April 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun