Jika sudah siap, maka sajikan dengan menarik. Pakai pewarna alami, jangan pakai pengawet atau pewarna yang justru berbahaya bagi tubuh. Jaga kebersihannya, misalnya dibungkus dengan daun atau kertas.Â
Sebisa mungkin mengurangi penggunaan plastik. Hindari terpapar debu jalanan atau sentuhan jari secara langsung. Sebab kita tidak tahu jari tadi habis memegang apa. Â
2. Mau berkorban waktu untuk memasak, menjual atau titip pada agen, serta mengatur hasil penjualan
Memasak atau mengolah makanan dan minuman merupakan kesibukan yang memerlukan tenaga dan waktu. Bahan bisa dibeli. Dapur bisa dibersihkan, tapi tenaga dan waktu harus diatur supaya tersedia sebelum azan maghrib, dan tidak menguras tenaga saat puasa.Â
Wah, ribet juga ya? Tidak seribet itu juga, asalkan kita memiliki formula atau pedoman memasak.
Sebelum memasak, ada waktu yang kita luangkan untuk belanja bahan. Belanja dilakukan saat pagi hari. Setelah itu kita bisa mencuci pakaian, bersih-bersih rumah dan istirahat sebentar.Â
Sekitar jam dua siang barulah kita mulai mengupas, menumbuk, memberi bumbu dan sebagainya. Saat sore kita bisa mulai memasak dan langsung dikemas. Menjelang maghrib, bisa kita jual sendiri atau titip pada agen. Jangan lupa physical distancing.
Waktu penjualan hanya singkat. Semua akan berhenti setelah azan maghrib. Saat itulah kita sendiri jangan lupa untuk berbuka. Jika dagangan kita dititipkan agen, maka beri sisa dagangan untuk penjaganya, hitung-hitung untuk sedekah juga.Â
Bukankah memberi makanan bagi orang yang berpuasa pahalanya sama dengan orang yang berpuasa tanpa dikurangi apapun?
Terakhir, hitung hasil penjualan. Sisihkan untuk modal bahan baku dan sisanya adalah keuntungan kita. Kok hanya receh? Ya memang receh, sebab kita hanya berjualan sekian jam saja.Â
Tapi, jangan anggap recehan apa yang kita lakukan sekecil apapun. Sebab meski terkesan receh nyatanya kita juga menyisihkan makanan dan minuman untuk berbuka di rumah. Jadi hemat bukan? Ya jualan ya dapat makan. Ya dapat uang ya bisa sedekah.