Kita tahu jika satu daerah maju wisatanya, maka dampak ke penduduk sekitar juga akan terasa. Setiba di Desa Sei Sembilang saya kaget melihat pemukiman warga dan pertokoan yang berjejer. Bahkan, harga barang di sini pun tak jauh berbeda dengan yang di Palembang.
"Saya pindah ke sini dulu tahun 1997," ujar salah satu pemilik toko kelontong. "Saya merantau jauh dari Jawa dan dulu di sini masih hutan dan sepi," katanya lagi.
Betapa senangnya melihat perkembangan Desa Sei Sembilang sekarang. Selain dihuni para nelayan, kini kedatangan wisatawan yang hendak mengunjungi taman nasinal turut menambah pemasukan warga setempat.
Keterbatasan Lahan = Susah Berkembang
Seperti yang saya singgung sebelumnya tentang manfaat Pelabuhan Tanjung Api-api, tentu saja ada banyak kendala saat pembangunannya termasuk saat pembebasan lahan dulu yang harganya melonjak naik di atas harga pasaran. Hal ini cukup lama menghambat, padahal proyek ini salah satu yang terpenting di Sumatra Selatan.
Terus saya kebayang, jika ada satu wilayah yang potensial namun punya kendala dalam hal ketersediaan penggunaan lahan ini maka sayang sekali sebab secara tidak langsung memperlambat pengembangan di wilayah tersebut.
Makanya, saat tahu bahwa Indonesia sudah punya Badan Bank Tanah yang merupakan badan khusus dengan kewenangan pengelolaan tanah rasanya memantik secercah harapan bagi kita semua.
Sederhananya, Badan Bank Tanah akan menyediakan lahan yang dapat dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya demi terciptanya ekonomi berkeadilan dengan adanya pengelolaan aset dan kontribusi yang mengiringinya.
Dalam pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api, memang lahan yang digunakan bukanlah hasil dari Badan Bank Tanah. Namun, jika kita jadikan ilustrasi, katakanlah pembangunan itu di atas lahan Badan Bank Tanah, maka ada beberapa tujuan utama Badan Bank Tanah yang sudah tercapai. Misalnya saja tujuan kepentingan umum (karena pelabuhan digunakan oleh banyak orang), kepentingan sosial (pembangunan ini bedampak pada kehidupan sosial para pekerja dan masyarakat).