Mohon tunggu...
Olivia Gabriela Gultom
Olivia Gabriela Gultom Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Bersekolah di SMA Negeri 1 Padalarang.

A mediocre.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu dan Labu Kukus

30 September 2022   17:22 Diperbarui: 30 September 2022   17:26 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah iya, aku masih ingat betul, saat itu Ibu berkata kepadaku, "Kak, nanti bakal ada kumpul remaja di langgar desa, 'kan? Bawa saja waluhnya, dikukus, buat camilan teman-teman kamu nanti."

Lalu, dengan semangat aku menjawab, "Iya, Bu! Boleh!"

Selama kurang lebih dua bulan kami menunggu agar buah waluh ini matang. Aku letakkan pula di tempat dengan suhu ruangan, agar matangnya merata dan sempurna. Iya, aku betul-betul apik dalam merawat buah waluh itu.

Sejak dulu, aku selalu bersemangat apabila desaku mengadakan sebuah pertemuan remaja rutin bulanan. Di situ, semua kawula muda yang berada di desaku akan berkumpul bersama-sama di langgar. Aku tidak tahu betul apa tujuannya, tetapi Ibu berkata, pertemuan itu untuk mempererat tali silaturahmi.

Namun, aku memiliki tujuan tersendiri
.

Tujuanku selalu hadir dalam pertemuan itu karena setiap orang pasti, setidaknya, akan membawa makanan. Entah itu hanya satu kantong plastik makanan ringan atau apa pun itu. Karena dari situ, aku bisa mendapatkan makanan secara gratis dan sepuasnya!

Makanya, aku sangat menunggu saat-saat seperti ini. Tidak sabar untuk mengukus waluhnya, lalu kubagikan kepada teman-temanku di langgar nanti. Sebenarnya, kami tidak punya pilihan lain selain mengukus dua buah waluh itu. Tadinya Nugi menyarankan untuk mengolah waluh itu menjadi kolak, namun apa daya, membeli kelapa dan gula saja tidak mampu.

"Gendis, sudah siap-siap? Ayo, Ibu antar bawa waluhnya ke langgar."

"Sudah, Bu!" Aku keluar dari kamar sambil tersenyum lebar. Menggunakan baju seadanya yang warnanya hampir luntur, lalu dipadu dengan rok biru muda panjang yang Ibu beli di pasar untuk acara-acara khusus seperti ini. "Ayo, Bu."

"Nugi dan Gala nggak ikut, Bu?"

"Mereka masih terlalu kecil, Nduk... Belum cocok buat ikut-ikutan yang kayak gini. Biarin aja mereka di rumah."

Aku mengangguk-angguk paham sambil mengangkut ember besar berisi waluh kukus. Aku berinisiatif untuk mengangkut setengah beban dari tali ember itu agar Ibu tidak keberatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun