Mohon tunggu...
Oky
Oky Mohon Tunggu... Lainnya - Housewife

Self Development

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hadiah Ulang Tahun di Penghujung Tahun

4 Desember 2024   11:37 Diperbarui: 4 Desember 2024   11:57 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                  Instrumen lagu Sebastian Bach mangalun seirama dengan derai hujan yang tak kunjung reda. Selama satu jam lamanya sudah terdengar puluhan kali sentakan petir yang membuat jantung Nanda berdegup kencang. Entah karena pekikan gemuruh atau efek dari 2 gelas kopi dan 2 batang rokoklah yang barangkali menyebabkan detak jantung tak beraturan serta keringat dingin yang terasa basah di dahi Nanda.

                    Nanda memegang erat pinggiran gorden sebagai penopang untuk tubuhnya yang terasa lemah seraya matanya memandang hujan dari luar jendela rumahnya. Fokus Nanda teralihkan karena musik dari handphonenya  itu berhenti sebentar dan digantikan dengan nada pesan. Dengan perlahan Nanda berjalan ke arah meja tempat handphonenya tergeletak dan membuka isi pesannya.

                    Aku ada kabar baik.

                    Makan sianglah di tempatku.

                    Eh apa disana hujan?

                    Ajaib!seketika itu hujan berhenti. Perlahan sinar matahari menyeruak masuk dari lubang-lubang viltrase sehingga kamar Nanda terasa lebih terang dari sebelumnya. Meski sedikit gontai, Nanda memaksakan langkahnya untuk mengambil jaket tebal dan kemudian melesat pergi dengan motornya menembus hawa dingin sisa hujan lebat siang itu.

--------------------------------

                 "Sepertinya kau tidak mengindahkan saranku untuk tidak lagi merokok dan minum kopi. Ah seharusnya aku menggunakan kata perintah bukan saran."

                  Nada suara Armand sedikit meninggi ketika melihat Nanda dihadapannya.

                "Aku tidak..."

                "Jangan coba berbohong kepadaku. Bau rokok tercium jelas dan masih ada sisa kopi di sudut bibir kananmu," tegas Armand menyanggah Nanda yang mencoba mencari alasan.

                  Nanda tak sanggup berkata apa-apa dan hanya tertunduk, sebagian menahan lemas tubuhnya.

                  "Kau tahu aku hampir putus asa dengan semua ini," ucap Nanda dengan nada riang yang dipaksakan sembari mengusap kepalanya yang basah karena keringat dingin namun Armand mengira itu adalah karena air hujan.

                  Armand mencoba berbicara tapi diurungkan sejenak.

                 "Minum ini dulu dan makanlah ini sedikit sebelum kita makan nasi campur."

                  Secangkir teh hangat serta sepotong ubi cilembu yang ditawarkan Armand membuat Nanda jauh lebih baik dan lebih hangat.

                 "Aku sudah menemukan donor untukmu. Bersiaplah untuk tindakan operasi di akhir tahun ini," ungkap Armand setelah melihat Nanda lebih tenang.

                "Benarkah?"

                Nanda meletakkan cangkir teh serta kulit ubi sambil menatap mata Armand.

                 "Apa kau yakin ada donor untukku? Aku harap kali ini takdir tidak mempermainkanku."

                 "Ya, percayalah padaku. Kau akan baik-baik saja kawan. Karena itu bersiaplah dan jaga kondisi badanmu. No coffee and ciggarete. Ini perintah!"

                  "Apa kau yang akan mengoperasiku? Kau akan ada bersamaku kan?"

                   Armand tersenyum dan mengangguk.

--------------------------------

                  Aku harap kali ini takdir tidak mempermainkanku.

                  Kata-kata Nanda sungguh menyesakkan dada Armand karena dia tahu persis episode-episode kehidupan yang dilalui Nanda.

                "Mama Papaku akan bercerai. Baguslah, aku jengah selalu mereka mendengar bertengkar atau memecahkan piring di rumah."

                Nanda bercerita kepadanya tanpa rasa sedih ketika mereka duduk di kelas 4 SD. Armand tak tahu bagaimana harus bersikap taktala dirinya sendiri baru pulang dari berlibur bersama ayah ibunya. Keluarganya harmonis, ayah dan  ibu Armand tak pernah memecah piring.

                "Kau tak ikut acara perpisahan sekolah di Bali?"

                "Mamaku tak punya cukup uang untuk membiayai perjalanan itu. Mama terlampau malu untuk selalu merepotkan kakekku. Kakek sudah menanggung uang sekolahku dan itu lebih dari cukup. Kamu selamat bersenang-senang di Bali ya, oleh-olehnya dong," jelas Nanda dengan senyuman lebar.

                Percakapan ini terjadi di bangku kelas 3 SMP. Lagi-lagi Armand tak tahu cara yang pantas untuk memberikan tanggapan.

                "Selamat ya, wah kau masuk Fakultas Kedokteran. Kawanku nih orang pintar dan hebat rupanya. Tak sia-sia aku jadi kawanmu nih."

                Ucapan selamat dari Nanda begitu terdengar tulus, namun ada rasa sungkan dari diri Armand untuk bertanya balik rencana pendidikan Nanda dan tampaknya Nanda cukup memahami itu sehingga Nanda bercerita dengan sendirinya.

                "Aku tak akan kuliah S1, terlalu lama. Aku akan ikut mengikuti kursus. Biar lekas kerja. Aku mendapat pinjaman uang dari kakekku untuk biaya kursus."

                "Eh kenapa pinjaman?" tanya Armand heran.

                "Ini tentang harga diri pria Bung," jawab Nanda sambil mengedipkan mata kirinya.

                Armand hanya bisa terdiam karena tahu keluarganya tidak akan keberatan dalam menggelontorkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan akademisi Armand dan bukan terhitung hutang.

                 "Wah, Pak Dokter auramu semakin terpancar rupanya! Bagaimana kabar Sekar dan anakmu Rea? Sudah jadi anak gadis rupanya."

                "Sekar baik. Rea yah semakin sibuk dengan teman-temannya. Kamu bagaimana kabarnya? Tak main IG lagi tampaknya. Tak pernah aku lihat status permainan gitarmu lagi."

                "Hahahahaha, banyak yang harus aku lakukan di dunia nyata."

                 Ini adalah percakapan ketika mereka bertemu kembali di usia 30 tahun. Cukup lama terpisah karena kesibukan masing-masing.

                 "Segeralah menikah agar ada yang membantu mengurus kehidupan nyatamu itu."

                  Nanda tertawa terbahak-bahak mendengar celotehan Armand, namun Armand tengah menyadari sesuatu ketika Nanda terlihat menahan sesak didadanya dengan satu tangan dan mencoba mengatur nafas.

                   Badan Nanda cenderung kurus, wajahnya terlihat pucat, tangannya sepintas bengkak, nafasnya terlihat pendek. Sebagai seorang dokter spesialis yang berpengalaman, Armand tahu ada yang salah dengan kondisi kesehatan Nanda.

                "Sudah berapa lama gejala sakitmu itu?" tanya Armand tanpa berbasa-basi.

                "Ah kau memang dokter hebat kawan. Bahkan tak perlu aku bercerita kau sudah tahu kalau aku sedang bermasalah," ucap Nanda sambil bertepuk tangan lirih.

                "Bukan aku tak mau menikah. Aku sudah ditolak calon mertua karena aku bercerita tentang sakit yang tengah kuidap. Hah, orangtua mana yang akan mau menyerahkan anak gadisnya kepada pria yang tengah sakit gagal ginjal, hahahha."

                Deg. Armand tak habis pikir dengan rentetan permainan takdir yang dialami sahabatnya itu dan masih penuh tawa dalam menghadapinya.

                Nanda kau betul-betul manusia kuat, pikir Armand

                Namun sayangnya Nanda sebetulnya tak sekuat itu.  

--------------------------------

                "Sejak kapan anda memiliki pikiran seperti itu?" wanita berambut ikal itu menatap Nanda serius.

                "Sudah lama sekali. Tapi akhir-akhir ini bisikan itu makin kuat. Saya sudah tidak kuat lagi menghadapinya!" Suara Nanda meronta-ronta dan wanita itu terpaksa mengenggam tangan Nanda untuk menenangkan.

                "Apakah anda tidak punya teman atau seseorang untuk berkeluh kesah?"

                "Ya saya punya. Hanya saja dia sibuk dangan pekerjaan dan keluarganya. Takdirnya sungguh sempurna. Dia punya pekerjaan dan keluarga yang sempurna. Sementara saya??? Begitu menderita sejak lama, sejak kecil. Saya saya sudah tak tahan lagi, tapi saya juga tak ingin mati dulu. Saya tak punya siapa-siapa untuk saya rengkuh!!Dan sekarang saya sakit keras. Tuhaaaaan, kenapa saya???" teriakan Nanda tak terbendung.

                "Pak Nanda situasi anda sungguh tidak mudah. Tapi Tuhan tidak jahat. Tuhan memberikan ujian sesuai kemampuan anda. Saya yakin ada bisa. Bersabarlah sebentar lagi dan saya yakin akan ada hadiah terindah dari Tuhan untuk anda."

                Nanda perlahan mampu menguasai diri.

                "Saya belum akan meresepkan obat. Namun jika bisikan tentang bunuh diri datang lagi, cobalah anda memejamkan mata dan putarlah lagu klasik untuk meredam emosi sesaat yang muncul. Saya lihat kesadaran anda untuk menjalani hidup masih ada dan saya yakin anda akan baik-baik saja. Bertahanlah Pak Nanda."

--------------------------------

                "Selamat siang Pak Nanda, saya Dokter Rahmat yang akan mengoperasi anda hari ini, 31 Desember. Oh ya hari ini juga hari ulang tahun anda rupanya. Saya ucapkan selamat ulang tahun. Kami akan melakukan yang terbaik agar transplantasi ginjal berjalan dengan aman."

                "Terimakasih, tapi apa Dokter Armand juga ikut di ruang operasi, Dok?" tanya Nanda dengan gugup.

                "Iya, beliau juga akan hadir."

                Nanda menghela nafas lega dan tak lama dia tak sadarkan diri karena efek bius.

--------------------------------

                "Dokter Armand apa keluargamu sudah menyetujui prosedur ini?" tanya Dokter Rahmat beberapa pekan sebelum hari operasi Nanda.

                "Iya, keluarga saya memahami keputusan saya. Tolong rahasiakan nama saya sebagai pendonor ginjal. Mungkin di hari operasi dia akan menanyakan kehadiran saya di ruang operasi. Bilang saja saya ada, toh saya juga tak berbohong kalau saya benar-benar ada di meja operasi meski statusnya sebagai pasien. Kawan saya ini sudah melewati banyak hal dalam kehidupannya. Dia manusia paling kuat yang saya tahu. Ini adalah hadiah dari saya untuk ulang tahunnya di penghujung tahun."

--------------------------------

                Nanda siuman ketika suara kembang api terdengar jelas dari luar. Terlihat kamar putih dan selang infus menggelayuti tangannya. Dia selamat dari operasi. Nanda berdoa agar di tahun yang baru ada takdir baik yang akan berpihak padanya.

--------------------------------

            Biodata:

            Hai, saya Oky seorang yang sedang mencoba mengembangkan diri untuk mengasah kreativitas di bidang penulisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun