"Aku tak akan kuliah S1, terlalu lama. Aku akan ikut mengikuti kursus. Biar lekas kerja. Aku mendapat pinjaman uang dari kakekku untuk biaya kursus."
        "Eh kenapa pinjaman?" tanya Armand heran.
        "Ini tentang harga diri pria Bung," jawab Nanda sambil mengedipkan mata kirinya.
        Armand hanya bisa terdiam karena tahu keluarganya tidak akan keberatan dalam menggelontorkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan akademisi Armand dan bukan terhitung hutang.
         "Wah, Pak Dokter auramu semakin terpancar rupanya! Bagaimana kabar Sekar dan anakmu Rea? Sudah jadi anak gadis rupanya."
        "Sekar baik. Rea yah semakin sibuk dengan teman-temannya. Kamu bagaimana kabarnya? Tak main IG lagi tampaknya. Tak pernah aku lihat status permainan gitarmu lagi."
        "Hahahahaha, banyak yang harus aku lakukan di dunia nyata."
         Ini adalah percakapan ketika mereka bertemu kembali di usia 30 tahun. Cukup lama terpisah karena kesibukan masing-masing.
         "Segeralah menikah agar ada yang membantu mengurus kehidupan nyatamu itu."
         Nanda tertawa terbahak-bahak mendengar celotehan Armand, namun Armand tengah menyadari sesuatu ketika Nanda terlihat menahan sesak didadanya dengan satu tangan dan mencoba mengatur nafas.
          Badan Nanda cenderung kurus, wajahnya terlihat pucat, tangannya sepintas bengkak, nafasnya terlihat pendek. Sebagai seorang dokter spesialis yang berpengalaman, Armand tahu ada yang salah dengan kondisi kesehatan Nanda.