Saya kira ide untuk memisahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini berangkat dari pendapat di atas. Kebudayaan dan pendidikan merupakan satu kesatuan tetapi perlu diatur sedemikian rupa agar keduanya tidak tumpang tindih atau satu lebih diprioritaskan dari pada yang lain.
Pemisahan ini bertujuan agar setiap kementerian lebih fokus untuk menata bidangnya. Akan tetapi, dalam prakteknya, keduanya harus selalu berkolaborasi untuk memajukan kedua bidang yang melekat satu sama lain ini.
Ide pemisahan dua lembaga yang berhubungan satu sama lain ini sudah bergulir di Komisi X DPR RI.
Pemisahan ini bertujuan agar kebudayaan mendapat perhatian yang lebih serius. Kementerian Kebudayaan yang dibentuk akan lebih fokus melestarikan dan mengembangkan hasil-hasil kebudayaan yang ada. Hal ini penting agar dapat meminimalisir klaim-klaim dari bangsa-bangsa lain atas warisan-warisan budaya yang menjadi kekhasan kita.
Kita harus mengakui bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi selama ini lebih fokus pada pendidikan dan penelitian, sedangkan kebudayaan hanya mendapat porsi yang kecil dalam seluruh kebijakan kementerian ini.
Bayangkan dari 75 triliun dana APBN yang digelontorkan untuk kementerian ini, hanya 2 triliun yang dialokasikan untuk kebudayaan. Selebihnya untuk pendidikan. Padahal apabila dipisahkan, dana yang disiapkan juga akan besar dan ini memberi pengaruh kepada kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kebudayaan.
Dengan memisahkan keduanya, diharapkan Kementerian Kebudayaan akan mendapat perhatian dan porsi yang cukup seimbang dalam politik anggaran dalam APBN.
Meski demikian, akibat logis dari pemisahan ini tentu akan membawa dampak positif di satu sisi dan dampak negatif di sisi yang lain.
Mari kita lihat sisi positif dan negatif dari pemisahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ada tiga sisi positif yang bisa diangkat dari pemisahan kedua kementerian apabila pada akhirnya itu terjadi.
Pertama, kementerian Kebudayaan akan lebih fokus dan spesifik.