Masalah pendidikan di NTT sangat kompleks. Mulai dari indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang sangat rendah ditambah dengan berbagai infrastruktur yang rusak dan tidak layak pakai turut menyumbang bagi rendahnya kualitas pendidikan NTT.
Data yang dihimpun Kemendikbudristek menyebutkan ada 66 persen SD yang belum terakreditasi dan berakreditasi C, 61 persen SMP belum berakreditasi C, dan 56 persen SMK belum dan berakreditasi C.
Hal-hal seperti inilah yang harus dibenahi sehingga rapor merah pendidikan NTT bisa diperbaiki.
Mengapa semua itu tidak dibenahi dengan anggaran pendidikan yang menurut VBL katanya hampir mencapai 50 persen?
Kita tidak membutuhkan 1 atau 2 sekolah unggulan. Kita membutuhkan pemerataan untuk semua sekolah.
Ketika mulai ada persaingan, maka sekolah-sekolah unggul itu akan menjadi egois dan merasa diri paling baik. Kemudian memandang sebelah mata sekolah-sekolah lain.
Ketika ada sekolah unggulan dan non unggulan maka lahirlah sebuah persaingan tidak sehat antar sekolah.
Sedangkan yang kita harapkan adalah pemerataan pendidikan di semua sekolah. Semua anak atau peserta didik itu adalah unggul, bukan hanya mereka yang sekolah di sekolah unggul.
Persaingan ini sebenarnya akan mengerdilkan nilai pendidikan. Yang seharusnya terjadi, sekolah yang unggul harus memberi support kepada sekolah yang tidak unggul agar sama-sama menjadi lebih baik.
Fakta menunjukkan yang sebaliknya. Persaingan antar sekolah telah menjadikan sekolah yang unggul semakin unggul sedangkan yang tidak unggul dibuat semakin tidak unggul.
Untuk itu, mindset tentang sekolah unggul dan non unggulan harus diubah.