Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

KRIS BPJS Kesehatan Wujudkan Prinsip Asuransi Sosial dan Ekuitas Kesehatan

25 Februari 2023   16:05 Diperbarui: 27 Februari 2023   08:35 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan itu bukanlah apa-apa, tetapi semuanya akan kacau balau bila kesehatan terganggu. Karena itu mengasuransikan kesehatan menjadi hal yang urgen bagi setiap orang.

Pemerintah sendiri telah terlibat langsung dalam mengurus masalah jaminan kesehatan ini dengan BPJS kesehatan.

Sebagai informasi, BPJS kesehatan adalah asuransi kesehatan yang langsung dikelolah oleh pemerintah.

BPJS Kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dalam kesehatan.

BPJS kesehatan juga adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Sementara sistem jaminan kesehatan sendiri termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional.

UU ini menyatakan bahwa jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional, harus didasarkan pada prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar seluruh rakyat Indonesia memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Prinsip asuransi sosial meliputi kegotong-royongan antara yang kaya dan yang miskin, yang sehat dan yang sakit, yang tua dan yang muda, dan berisiko tinggi dan berisiko rendah. Prinsip ini juga menegaskan kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif serta iuran berdasarkan persentase upah atau penghasilan, dan bersifat nirlaba.

Sedangkan prinsip ekuitas berarti tidak ada perbedaan dalam menerima manfaat medis atau non medis pada peserta BPJS kesehatan.

Sebagai sebuah asuransi kesehatan, sudah tentu BPJS kesehatan mensyaratkan bagi pesertanya untuk menyetor sejumlah iuran perbulan untuk jaminan kesehatan tersebut.

Iuran BPJS kesehatan merupakan sejumlah dana yang wajib dibayar oleh setiap peserta BPJS, agar bisa menikmati layanannya.

Iuran BPJS kesehatan yang selama ini dibuat diklasifikasikan dengan pembagian kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.

Klasifikasi ini didasarkan pada kemampuan peserta menyetor iuran. Namun di sisi lain, klasifikasi ini pun berdampak pada perlakuan para pasien rawat inap seperti yang selama ini terjadi.

Walau sebenarnya perbedaan BPJS kelas 1, 2, dan 3 tidak terlalu signifikan, tapi perbedaan ini cukup nyata dan sering menimbulkan masalah.

Beberapa kasus yang mencuat merupakan imbal langsung dari perbedaan kelas ini.

Untuk pengobatan atau layanan medis, umumnya fasilitas yang diberikan sama. Perbedaannya pada rawat inap dan fasilitas non medis lainnya.

Selama ini peserta BPJS kesehatan kelas 1 membayar iuran setiap bulan Rp 150.000 (detik.com). Pasien yang rawat inap akan mendapatkan ruangan yang berisi 2 sampai 4 pasien per kamar. Dan pasien bisa dipindahkan ke ruangan VIP jika membayar biaya tambahan di luar tanggungan BPJS.

Sedangkan untuk pasien peserta BPJS kesehatan kelas 2, setiap bulan membayar iuran sebesar Rp 100.000. Jika rawat inap, maka akan mendapatkan kamar dengan kapasitas 3 sampai 4 orang. Dan dapat dipindahkan ke ruangan VIP jika membayar biaya tambahan di luar tanggungan BPJS.

Peserta BPJS kesehatan kelas 3 adalah kelas terendah dalam peserta BPJS kesehatan. Setiap bulan iuran yang disetor sebesar Rp 35.000. Mengenai fasilitas kesehatan yang diterima untuk pasien yang rawat inap akan ditempatkan dalam ruangan yang jumlah pasiennya 4 sampai 6.

Dalam prakteknya ada rumah sakit tertentu, ruangan rawat inap untuk pasien kelas 3 lebih dari 6 pasien. Imbasnya, kenyamanan pasien akan terganggu karena banyaknya pasien dalam satu ruangan.

Untuk itu apresiasi patut disampaikan kepada pemerintah atas inisiatif untuk menghapus kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan.

Menurut pemerintah, penghapusan kelas BPJS kesehatan dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

Selain itu, penghapusan klasifikasi kelas BPJS kesehatan ini merupakan wujud dari implementasi UU nomor 40 Tahun 2004 tentang jaminan kesehatan yang menghendaki BPJS memakai prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.

Sebagai ganti, pemerintah akan menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS). Melalui Kementerian Kesehatan, rencana ini akan dilakukan secara bertahap mulai tahun ini.

Pemerintah menargetkan 361 rumah sakit akan melakukan uji coba untuk menerapkan KRIS BPJS kesehatan tersebut.

Seluruh rumah sakit nantinya memiliki aturan yang sama dalam layanan kesehatan, khususnya rawat inap pasien. Meski demikian, rumah sakit harus memenuhi standar kriteria KRIS BPJS kesehatan demi memberi kenyamanan kepada pasien.

Untuk itu, pemerintah harus mengupayakan agar 12 kriteria ruang rawat inap untuk implementasi KRIS BPJS kesehatan dapat dipenuhi.

Adapun  12 kriteria itu adalah pertama, bahan bangunan di RS tidak memiliki porositas tinggi. Semakin tidak berpori sebuah bangunan, akan memberikan jaminan keselamatan yang lebih tinggi kepada pasien.

Kedua, memiliki ventilasi udara yang baik. Ruangan yang lembab dapat menyebabkan tumbuhnya jamur dan dalam jangka waktu lama dapat merusak ruangan.

Ventilasi yang baik akan tetap menjaga kelembaban udara di dalam ruangan dan udara menjadi lebih sehat untuk pasien.

Ketiga, pencahayaan. Ruang rawat inap yang baik harus memiliki pencahayaan yang baik. Pencahayaan alami harus optimal dan disesuaikan dengan fungsi setiap ruangan di rumah sakit.

Keempat, kelengkapan tempat tidur dimana mininal ada 2 stop kontak dan ada nurse call.

Kelima, tenaga kesehatan satu orang per tempat tidur. Ini berarti rumah sakit harus memiliki petugas medis yang cukup.

Keenam, suhu ruangan 20-26 derajad celcius dan memiliki kelembaban yang stabil.

Ketujuh, pembagian ruangan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit dari infeksi, non infeksi, dan bersalin.

Kedelapan, kepadatan ruangan maksimal memiliki empat tempat tidur dengan jarak 1,5 meter antara tempat tidur, dan ukuran tempat tidur disesuaikan.

Kesembilan, tirai atau partisi tempat tidur dengan ukuran, panjang minimal 2 meter dan bahan tidak berpori. Sedangkan jarak antara tirai dan lantai 30 cm.

Kesepuluh, kamar mandi dalam ruangan. Hal merupakan sesuatu yang sangat vital karena pasien yang sakit tidak harus mencari kamar mandi yang jaraknya jauh dari ruangan. Dan yang paling penting adalah hiegenitasnya pun harus dijamin.

Kesebelas, kamar mandi sesuai dengan ukuran standar dan bisa digunakan untuk disabilitas.

Keduabelas, aksesilibilitas outlet oksigen.

Bila 12 kriteria ruang rawat inap untuk rumah sakit-rumah sakit ini bisa diwujudnyatakan, maka sistem KRIS BPJS kesehatan akan mampu diimplementasikan. 

Satu harapan bahwa penghapusan kelas-kelas BPJS kesehatan yang dilakukan secara bertahap nantinya akan memberi manfaat bagi masyarakat dan tidak merugikan rumah sakit.

Hal ini sesuai dengan tujuan dari KRIS BPJS kesehatan yaitu agar masyarakat dapat terlayani dengan baik. 

Rumah sakit pun tidak mengalami kerugian karena biaya operasional rumah sakit lebih rendah.

Lebih dari pada itu, dengan berkurangnya jumlah pasien di dalam satu ruangan diharapkan dapat mengurangi infeksi yang terjadi antara sesama pasien.

Meski demikian, pemerintah pun menegaskan perubahan ini dilakukan secara bertahap sampai finalisasinya di 2025. Untuk itu, iuran BPJS kesehatan masih tetap sama dan tidak mengalami perubahan dalam nominalnya dalam waktu dekat.

Mungkin nanti akan ada perubahan yang mengarah kepada satu tarif. Tetapi untuk sampai ke sana, masih perlu ada kajian hingga 2025.

Bila perubahan satu tarif ini berlaku, besar kemungkinan iuran untuk kelas 1 akan mengalami penurunan dan iuran kelas 3 akan sedikit mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena ada beban yang akan ditanggung pemerintah berupa subsidi.

Selama ini perlakuan terhadap para pasien disesuaikan dengan kelasnya dalam BPJS kesehatan. Pasien BPJS kelas 1 akan masuk ke ruangan yang hanya berisi 2 pasien. Pasien kelas 2 BPJS  akan dimasukkan ke ruangan yang berisi 4 pasien sedangkan pasien kelas 3 dimasukkan ke ruangan yang berisi 6 pasien.

Namun, jika nantinya memakai sistem KRIS BPJS kesehatan, diharapkan perlakuan yang dalam tanda kutip "diskriminatif" itu dapat dieliminasi.

Berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas maka semua pasien kelas akan menikmati fasilitas kesehatan yang sama tanpa harus dibeda-bedakan, ini kelas 1, ini kelas 2, atau ini kelas 3.

Dengan demikian, sistem KRIS BPJS kesehatan ini seyogiyanya akan mampu menghilangkan disparitas dan diskriminasi masyarakat marginal dalam soal urusan kesehatan.

Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun