Beritanya sebetulnya sama saja. Judulnya saja yang berubah dari saat ke saat.
Media digital sangat tahu apa keinginan pembaca. Vicky Prasetyo yang dikenal sebagai buaya karena sering gonta-ganti pasangan hingga diketahui menikah sampai 24 kali diulang-ulang dalam pemberitaan. Nilai apa yang dapat diambil dari seorang Vicky dengan julukan sang gladiator ini dalam pemberitaan-pemberitaan itu?
Sekali lagi, nothing dan nothing. Walaupun demikian jari kita selalu tergerak untuk meng-klik beritanya.Â
Dewasa ini, Â media digital memainkan peran yang cukup vital bagi banyak orang. Dari sana orang belajar banyak hal mulai dari yang paling penting sampai pada yang bernilai nothing. Orang meneropong dunia melalui media digital.
Hal ini ditunjang pula dengan perkembangan dunia digital yang semakin menggila saat ini. Media-media cetak perlahan-lahan beralih ke media digital yang menawarkan kecepatan mewartakan peristiwa dan kejadian dari semua belahan dunia.
Ini adalah adventage yang kita peroleh masa kini. Namun, kemajuan menggembirakan ini mendatangkan pula tantangan yang tidak sedikit.
Tantangan yang dihadapi media digital adalah keakuratan berita dan rating.
Kejar tayang dan rating menjadikan pers dan media digital cenderung kehilangan kualitas dan hanya mementingkan kuantitas.
Apa yang disinggung Pak Agus Sudibyio dalam media Kompas cetak, Selasa, 8/2/2022 tentang tabloidisasi pemberitaan media dalam kolom opini, memang patut mendapat perhatian serius.
Menurut mas Agus yang adalah anggota Dewan Pers dan dosen ATVI Jakarta ini, media digital lebih mementingkan egonya mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari pemberitaannya sehingga menampilkan masalah-masalah publik secara bombastis, dengan judul-judul berita yang heboh.Â
Tujuannya hanyalah mengejar rating dan juga klik pembaca yang menaikan page view.