Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hapus Saja Dana Desa

1 Februari 2023   21:17 Diperbarui: 1 Februari 2023   21:19 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Wacana itu bakal berhasil di wujudkan," begitulah kiranya ucapan salah satu penggerak desa. Ia mengemontari status WhatsAp yang saya pasang terkait problem jabatan kades.

Teman saya ini, salah satu dari orang yang saya percaya informasinya. Lebih-lebih ia punya kans ke dalam "Elit Politik'. Sejauh pergumulan yang terbangun dengannya, belum ada satupun wacana pergerakan elit yang tidak berhasil.

Namun persoalan jabatan Kades, seperti kami berdua harus bersebrangan. Lama kami berdebat. Namun satu statmen saya membuatnya sedikit pikir-pikir membalas.

"Boleh saja Jabatan Kades sembilan tahun, tapi dana desa harus di hapus,".

"Wah repot juga," balasnya.

Kami berdua mulai membahas ide liar ini hingga tak berunjung. Tak berkseimpulan. Saya berpegang teguh pada prinsip jabatan kades harus sesuai UU. Sementara  ia percaya pergerakan masa jabatan kades dapat terwujud karena bagian dari strategi elit politik.

Esok pagi, koran cetak lokal menampilkan headline berita " penyelewengan Dana Desa". Tak tanggung-tanggung nilainya dan keterlibatan desa cukup banyak.

Melihat ini ide liar untuk menghapus dana desa semakin menjadi-jadi.  Sebab, bagi saya sendiri, problem desa tak sekedar isu perpanjangan masa jabatan kades. Lebih dari itu, kompleks dan teramat kompleks.

Masalah paling pelik ialah terkait alokasi dana desa. Persoalan satu ini tak pernah berjalan baik. Jika mampu diidentifikasi, mungkin alokasi dana desa yang tepat sasaran tanpa penyelewengan sangat sedikit. Berapa banyak desa yang mampu mengalokasikan itu tepat sasaran guna menjadi desa yang mandiri? Saya yakin sangat sedikit.

Alokasi dana desa sungguh sangat besar. Pada tahun 2022 saja, berdasarkan data Kemenkeu dalam Kemenko PKM progres penyaluran DD per 14 oktober 2022 sebesar 55.45 T dari Pagu DD sebesar 6 T. (1)

Dana sebesar ini jika dihapus dan dialokasikan ke pembiayayaan lebih efesien tentu sangat baik. Namun tentu saja kondisi ini tidak bakal diakomodir. Mungkin pergantian nahkoda yang bisa.

Lalu  apa masalah sesungguhnya sehingga dana desa kadang menjadi biang korupsi dan konflik di desa?

Sesuai pengalaman di lapangan, yakni Pertama, lemahnya sistem pengalokasian dan perencanaan anggaran tiap program. 

Kepala desa tidak mempunyai kemampuan keuangan dan perencanaan yang memadai sehingga dalam pengalokasiannya pada item-item proyek, jumlah yang dialokasikan tidak sesuai spek pekerjaan. Artinya, besar anggaran ketimbang seharusnya dalam sebuah peketjaan.

Alhasil, kelebihan-kelebihan itu kadang dimanupulasi untuk masuk ke kantong.

Kedua, lemahnya tim pendamping desa baik kecamatan maupun desa. Kebanyakan saya menemukan tim pendamping bukan berasal dari kalangan profesional atau punya basic ilmu yang memadai. Sehingga dalam perencanaan tidak terdapat inovasi yang dilahirkan. Cenderung mengikuti skema dari kabupaten

Selain itu, kelehaman lainnya ialah rendahnya pengawasan pendamping desa dalam setiap program. Dalam temuan, saya beberapa kali menemukan banyak PD datang beberapa hulan sekali jika anggaran sudah dicairkan.

Ketiga, transparansi DD kepada warga. Hal ini menjadi biang konflik. Tak jarang banyak kades diusir, hingga dilaporkan ke pihak berwajib.

Dan, banyak masalah-masalah lain yang patut disoroti ketimbang harus berkutat pada perpanjangan masa jabatan. Hal-hal teknis perlu didorong dan dimantapkan dengan baik agar mekanisme penggunaan DD tidak dimanipulasi dan melahirkan kelas korupsi baru tingkat bawah.

Sebab, Dana Desa menjadi spektrum utama pembangunan desa secara mandiri. Akan sangat sia-sia jika berjalan sepuluh tahun ini, tak ada perkembangan berarti. Minimal desa menjadi mandiri dari segala aspek.

Lalu apakah perpanjangan jabatan kades saat ini tidak tepat?

Bagi saya sangat tidak tepat. Kondisi menjadi sorotan ialah, setiap momentum, desa selalu menjadi "konsumsi" publik menjelang Pemilu. Sudah berapa kali pemilu desa seperti terbakar untuk mengakomodir kepentingannya. 

Cermatan saya, ini bagian dari pergerakan elit politik seperti yang disampaikan oleh teman saya. Tujuannya sudah pasti, meraup basis suara dan perhatian desa. 

Selain itu, demokrasi desa dapat terancam. Yap demokrasi desa adalah kemajuan politik level bawah. Walaupun sering terjadi konflik pada pelaksanaanya, namun ini merupakan bagian dari pendidikan politik yang menyosor langsung ke masyarakat desa. Jika diperpanjang maka sistem dan tatanan demokrasi bakal mandek dengan sendirinya

Kajian tentang perpanjangan masa jabatan memang sedang gencar. Namun bagi saya yang paling penting ialah bagaimana merumuskan sebuah kebijakan dengan sistem yang kokoh agar dana desa dapat bermanfaat. Mengembalikan tujuan utama kenapa DD harus diberikan ke desa. (SUKUR DOFU-DOFU)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun