Sekaranng, mendapatkan satupun sangat sulit. Pemahaman generasi berikutnya dalam memasang jebakan pun tidak lihai. Pulang dengan tangan kosong sudah biasa. Kurangnya hewan ini membuat pemerintah desa melarang penangkapan berlebihan.Â
Sehingga, praktek penangkapan banyak ditinggalkan. Dan baru sekarang sedikit dilonggarkan. Setidaknya sudah 20 tahun tidak dilakukan penangkapan agar Beleu biasa berkembang biak.
*
Pukul tiga sore, pala habis dipanen. Kami pulang. Beleu yang tertangkap juga sudah nampak lemas. Harus secepatnya di potong oleh pemuka agama. Atau yang biasa punya ilmu memotong. Beleu sangat resisten dan cepat lemah.
Dalam perjalanan Al mengajukan pertanyaan, " kakak, sebenarnya Beleu ini burung atau ayam hutan,"Â
Aduh pertanyaan apa ini. Saya binggung menjawab. "Kalau dibilang burung masuk, dibilang ayam masuk. Tapi yang jelas kurang tau,"Â
"Kan orang kampung bilang ayam. Baru mirip ayam pulak. Kok di buku-buku bilang burung," protesnya.
"Aih sudah-sudah. Nanti sampai rumah kakak ambil handpone  lalu ke tempat jaringan dulu," jawabku.
"Buat apa kaka," tanyanya penasaran
"Kakak mau hubungi dulu dua orang pakar perihal ini  mereka lebih tau," jawabku lagi.
"Emang siapa kakak," masih penasaran