Justru kehadiran mereka setiap kali bertandang hanya online dan bermain game. Menghabiskan waktu dengan mabar hingga pagi hari. Begitu seterusnya hingga menjadi sebuah candu yang tak berujung.
Minat pada buku dan implikasi rendahnya minat membaca
Indonesia adalah satu negara yang berupaya menggalakan mencintai buku dan membaca. Bahkan merupakan salah satu negara yang bergabung dalam Program for Internastional Student Assesment (PISA).
Sejak mengikuti program ini, data-data tentang kemampuan membaca siswa di Indonesia masih berada di bawah kelompok negara yang mengikuti assement. Sementara data dari Progres in International Literacy Study (PILS) dan Early Grade Reading Assesment (EGRA) juga mengungkapkan bahwa Indonesia berada di urutan 60 dari 61 negara kemampuan literasi pada tahun 2017. (Tahmidaten dan Krismanto 2020).
Data di atas dapat menjadi landasan betapa lemahnya tingkat literasi di Indonesia terlepas dari jumlah sampel yang diambil sehingga melahirkan kesimpulan yang demikian. Tetapi, sebagai negara yang memgunakan data sebagai bangunan analisa, tentu ini adalah problem yang sangat serius.
Berangkat dari data pula, jika ditelisik pada beberapa tahun belakangan tingkat minat baca sudah mengalami sedikit perbaikan.
Berdasarkan salinan Rencana Strategis Perpustkaan Nasional 2020-2024, hasil Kajian Budaya Baca Masyarakat Indonesia tahun 2019 menunjukkan rata-rata tingkat kegemaran membaca sebesar 53,84 atau berada pada kategori “sedang”. Jumlah ini menujukan angka yang meningkat dari target dan realisasi dari tahun 2016-2019.
Sementara berdasarkan Katatada Id. Jumlah ini terus meningkat di tahun 2020 sebesar 55.74 point atau meningkat dari tahun 2019 sebesar 1.9 point. rata-rata kegiatan membaca masyarakat Indoensia empat kali dalam sepekan. Durasi membaca rata-rata sekitar 1 jam 36 menit per hari. Adapun, jumlah buku yang dibaca rata-rata dua buku per tiga bulan. (1)
Data ini tentu memberikan gambaran bahwa upaya dalam mendorong minat baca di Indonesia berlahan namun pasti sedikit terwujud. Namun walau begitu, posisi ini masihlah sangat rendah dibanding negara-negara lain. Bahkan menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. (2)
Ada berbagai problem yang menyebabkan rendahnya minat baca. Dalam penelitian Thamitade dan Krismanto (2020) menemukan beberapa alasan yakni ; salah presepsi tentang kemampuan membaca pada sebagaian masyarakat termaksud guru dan siswa, kemampuan membaca masih dipresepsikan sebagai bagian dari mata pelajaran saja serta belum maksimalnya sarana prasarana dan perpustakaan sekolah sebagai pusat pengembangan kemampuan membaca.
Point terakhir ini juga menjadi catatan penting. Di mana perpustakaan sekolah masih banyak yang memiliki sarana prasarana semisal buku yang kurang serta belum dimaksimalkan sebaik mungkin.