Ikan-ikan yang dijual ialah ikan dasaran. Pekerjaan ini sudah Ia lakoni sejak menikah. Ikan-ikan tersebut dijualnya mengikuti perkembangan harga yang berlaku di pasar.
Setiap pagi, setelah suaminya pulang, Ia lantas memilah ikan-ikan hasil tangkapan berdasarkan jenis. Setelah dipiliha kemudian disatukan perjenis.Â
Setelah selesai, ia lantas menuju lokasi tempat biasa Ia melakikan penjualan. Biasanya kata Ismi, semua ikan akan laku menjelang siang. Dan jika tidak laku, Ia akan jual lagi pada sore hari.
Hasil penjualan kemudian ditabung dan sebagian digunakan untuk keperluan rumah tangga.
Jika Ismi memiliki tempat jualan sendiri, maka Jauhari (40 tahun) berbeda. Perempuan asal pulau Makeang ini melakukan penjualan hasil pancing suaminya ke kampung-kampung sebelah.
Suaminya melaut saat subuh dan pulang pada pagi hari. sekita pukul 9 atau 10. Ikan hasil suaminya kemudian di bit; ikan yang dikat pada sebuah tali.Â
dalam satu bit berisi 5 sampai 6 ekor. Ikan tersebut kemudian diisi ke baskom lalu diletakan ke kepala. Ia lantas berjalan kaki ke kampung-kampung tetangga karena tak ada jalan hotmix ataupun kendaraan.
Perjalanan ke kampung sebelah Ia susuri melalui jalan setapak hasil swadaya masyarakat. Sesampainya di kampung Ismi akan berteriak agar masyarakat mendengar ada yang menjual ikan.
Biasanya Jika belum ada pedagang lain yang lewat maka tak menunggu sampai beberapa menit ikan tersebut akan ludes. Akan tetapi jika ada pedagang yang sudah lebih dulu menjual ikan di kampung itu, maka Ia harus berjalan ke kampung sebelah lagi dengan medan yang tidak mendukung.
Rata-rata harha ikan yang dijual bervariasi. Namun harga stabdar ialah 20 ribu per enam ekor atau 1 bit. Setelah ikan ludes, Ia akan berjalan lagi pulang ke kampung.
Tentu selain mereka di atas, tak terhitung berapa banyak saya menemui mereka. Misalnya di Bajo, saya menemukan para perempuan mengolah hasil butuan kerang menjadi beberapa jenis makanan lagi dijual ke pasar dengan menyebrang menggunakan sampan.Â