Teramat banyak sudah gambaran tentang wanita atau perempuan. Tentang pujian, kasih sayang, cinta hingga skeptisme dan sinisme.Â
Dan Jouy misalnya, menggambarkan bahwa tanpa wanita awal kehidupan tak akan tertolong, kenikmatan akan menghilang semasa hidup kita dan dititik akhir hidup, hiburan akan meningglkan kita.Â
Sementara dalam pandangan sinisme banyak pula hadir filsuf seperti Schopenhauer yang menitikberatkan pada kodrat di mana wanita tak seperti lelaki yang punya kodrat kekuatan fisik serta akal budi, mereka hanya diberi keterampilan untuk berpura-pura demi perlindungan dan kelangsungan hidupnya (Baca, Shindunata 2019)
Semua hadir dalam satu bingkai dan sudut pandang yang berbeda-beda. Memberikan warna pada ruang "perdebatan" tentang iya atau tidak. Tentang lemah atau tidak hingga lahirlah konsep patriarki.
Konsep ini kemudian melahirkan  gerakan kesetaraan atau gender. Apalagi semenjak adanya gerakan deklarasi oleh kaum perempuan pada tahun 1963 lewat resolusi yang di ultimatum langsung oleh badan ekonomi sosial PBB.Â
Kekuatan gerakan ini bermuara pada deklarasi PBB tentang kesetaraan gender tahun 1975 dan tahun 2015 menjadi agenda global yang terhimpun dalam program suitanable Development Goals (SDGs). (Baca Peran Perempuan dalam Pertanian)
Tentu pergerakan ini akan terus menuai pro dan kontra. Apalagi jika disandarkan pada kondisi kodrat antara wanita dan laki-laki. Di mana kedudukan kodrat hanya di dasarkan pada konteks "alat kelamin.  Pandangan siniesme  seperti ini masih akan terus berlembang terlepas dari maju atau tidaknya sebuah komunitas.Â
Tetapi, bagi saya sendiri terlepas dari pro dan kontra tentang kesetaraan gender yang banyak diperjuangkan, saya menggangap perempuan adalah aktor yang memegang peranan penting  dalam berbagai sektor kehidupan.Â
Sebagai pemberi gizi utama dalam keluarga, penjaga pangan keluarga hingga peranannya dalam pekerjaan satunya perempuan nelayan.
Indonesia meruapakan egara kepulauan, dan tiga perempatnya ialah wilayah laut wilayah laut. Di sini terdapat 21.82 persen penduduknya bermata penghasilan di subsektor perikanan. (Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir, 2018).Â
Dari subsektor itu, terdapat menurut KIARA ada sekitar 3.9 juta perempuan nelayan yang berkontribusi dalam rantai produksi perikanan dan  bekerja 17 jam sehari serta berkontribusi 48 persen dalam ekonomi keluarga (1)