Sofyan baru saja datang. Duduk bergabung dalam barisan kami yang sedang ngopi di teras rumah sore itu. Raut wajah pria 22 tahun ini nampak kelelahan.Â
Maklum saja, setiba dari kampung pukul 10 pagi, ia langsung mengangkut hasil panen pala untuk dijual. Satu demi satu toko dia datangi untuk mencari penawaran terbaik.Â
Perbedaan harga per tokoh relatif tak berjauhan. Namun bagi Sofyan, menemukan pembeli dengan harga yang pas merupakan keuntungan. Walau Ia harus sedikit berkeliling dari tokoh satu ke yang lain.
"Opan, Kopi ?". Tawarku padanya
"Boleh Bang," Sahutnya sembari memperbaiki posisi duduk.
" Tebal ni pasti," Ucapku meledek karena tau Ia habis menjual Pala.
Ledekan seperti ini sudah biasa diucapkan jika masyarakat sehabis menjual hasil panen. Kata tebal diharfiakan sebagai pendapatan yang besar.
"Haduh bang, harga Pala ancuuur," sahutnya sembari mengaruk-garuk kepala.
"Berapa perkilo,"ujarku kemudian.
"65 perkilo bang. Bulan kemarim 100 ribu. Turun jauh," terangnya.
"Lumayan sudah kalau 65. Apalagi pas musim panen begini," ujarku menenangkan. Takut kalau Ia kepikiran.