Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perang Pangan Dunia, di Mana Posisi Indonesia?

16 Juli 2020   12:18 Diperbarui: 16 Juli 2020   18:53 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah seorang pedagang cabe ramit terlihat serius melayani pembeli. Saat ini komuditi pangan yang penyumbang inflasi di Kepri salah satunya cabe merah dan cabe rawit. (Foto: KOMPAS.COM/ HADI MAULANA)

"Walaupun Indonesia terkaya sumber daya alamnya di dunia, tetapi selama iptek tidak merdeka, seperti juga politik negaranya, maka kekayaan sumber daya alam indonesia tidak akan menjadikan penduduk sejatera, melaikan semata-mata akan menyusahkan, seperti 350 tahun di jajah belanda"

Sepenggal kalimat yang di ungkapkan oleh bapak republik, Tan Malaka di atas adalah cerminan Indonesia tempo ini. Sebagai negara dengan kekayaan sumber daya luar biasa hanya akan menjadi petaka jika tidak dikelola dengan baik. 

Hal ini akan dimanfaatkan oleh bangsa lain dengan kekuatan politik dan kecerdasan,  dapat memanfaatkan sumber daya alam indonesia untuk di jadikan kekuatan ekonomi yang dapat membelenggu indonesia kedepannya.

Sumber daya alam yang melimpah perlu dimanfaatkan dengan baik agar dapat menjadi kekuatan utama pada pencaturan perdagangan global. Sebab, kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik akan mampu bersaing pada poros perang dagang kedepan.

Pertanyaan yang sering mengemuka adalah kenapa sumber daya alam dan kenapa Indonesia? yang pertama, Sumber daya setiap negara berbeda-beda dan sejak era revolusi sampai era industri 4.0 saat ini, sumber daya merupakan lokomotif yang menciptakan asap-asap kapitalis yang sangat penting.

Setiap negara yang di dalamnya menganut paham ekonomi liberal akan paham bagiaman sumber daya alam berperan penting dalam sistem produksi yang pada akhirnya menciptakan produk-produk handal bernilai tinggi dan dengan tujuan menguasai pasar. 

Maka, suatu negara atau industri berwujud negara mampu menguasai sumber daya negara lain, sudah tentu menguasi kekuasaan pasar 20-30 tahun kedepan di negara tersebut.

Kedua, kenapa Indonesia? sebab indonesia memiliki sumber daya alam yang di inginkan oleh semua negara. Sumber daya Indonesia yang kaya adalah investasi menarik bagi negara lain untuk menguasai demi kelancaran input-input produksi industri --indstri besar. di tambah Indonesia adalah negara dengan tingkat konsumtif yang tinggi menjadikan indonesia sebagai kandidat ideal meraih posisi penguasa perdagangan dunia.

Dalam sebuah buku berjudul " Maping the global future, National Intelegensia council" yang di tulis oleh Robert dan pernah di ulas dalam Tempo (baca tempo) menghasilkan 4 kesimpulan tentang rencana awal mula perang dagang yang di hadapi dunia saat ini. yakni, Cina akan menjadi negara ekonomi dunia, Amerika akan menjadi Pemimpin perubahan dunia, India akan menjadi negara teknologi dunia dan terorisme menjadi ketakutan dunia. 

Dalam opini ini saya akan menyederhakan antara perang dagang Cina dan Amerika serta penguasaan dan perubahan perilaku konsumtif masyarakat Indonesia di tengah pusaran perang dagang.

Indonesia Masuk Perangkap Pangan, Perilaku Konsumtif dan Rantai Pemasaran Produksi Pemasaran Pangan Dunia.

Sebagai negara yang mempunyai wilayah tropis terbesar kedua setelah brasil, Indonesia adalah surganya kekayaan alam baik laut maupun darat. Posisi ini seharusnya membawa berkah minimal kesejateraan bagi semua rakyat dan mampu memanfaatkan kapasitas produktifitasnya menjadi terdepan dalam menguasai pasar perdagangan dunia. 

Namun yang terjadi justru berbeda, Indonesia malah menjadi negara yang masuk dalam perangkap pangan dunia (food Trap). Pangan yang seharusnya mampu dan layak di produksi secara mandiri dalam negeri harus di datangkan dari negara lain.

Pada tahun 2017 menurut data BPS terdapat 14 komoditas pangan dan termaksud di dalamnya 7 komoditas pangan dunia yakni gandum,kedelai, daging, ayam ras, dan telur ayam masuk pada kategori kritis. 

Sedangkan jenis pangan lainya yakni beras, tepung terigu, bawang putih, cabe kering, lada dll masuk kategori hamir kritis. Dan dari total anggran yang harus di keluarkan untuk biaya impor sebesar 23,501 Triliun Rupiah.

Bagaimanakah indonesia bisa masuk perangkap pangan? Maka seperti yang dikemukakan diatas bahwa setiap negara atau mengatasnamakan negara menguasi seluruh sumber daya akan mampu menguasai pasar di negara tersebut. Pertama, masuknya indonesia dalam jebakan pangan dunia harus di kaji dari sisi penguasaan sistem pemsaran input sampai output .

Pada tahun 2017, jumlah Industri yang menguasai pasar input dalam hal penjualan senilai 40 milyar dan perusahaan dengan kedudukan lima teratas adalah Syngenta, Monsanto, bayer crop, dow Agro (sebagian negara besar). 

Pada sisi Usaha Tani terdapat nilai tambah sebesar 1.952 millyar dolar AS yang tersebar pada 450 juta usaha tani dengan kapasitas lahan > 100 Ha : 05 % sampai kurang dari 2 hektar ( terjadi di Indonesia).

Pada sisi pengelolaan pangan dan pedagangan hanya terdapat 10 perusahaan yang menguasai penjualan dunia senilai 490 Millyar dollar AS dan lima teratas adalah Nestle, Cargill, ADM, Unilever, Kraft Foods.

Pada sisi pengecer pangan ada 5 perusahaan besar dengan omset total 1,091 Millyar dollar AS yakni Wal-Mart, Carrefour, Metro Group, Tesco, Seven and I sedangkan pada sisi konsumsi penghasilan total dari sistem pemsaran ini senilai 6,5 Milyar dollar As dan Indonesia adalah salah satu dari rangkaian rantai pemsaran ini.

Masuknya Indonesia dalam perangkap pangan global merupakan strategi control Corporate food chain dimana hanya ada 3 koorporasi besar yang menguasi market dunia dengan market share sebesar 47%, yakni Sygenta 9%, DuPont 15%, Monstanto 23%. Dengan penguasaan pasar food in the world sebesar 90 % dan semua perusahaan ini adalah milik Amerika, Cina dan Jepang.

Dengan penguasaan sistem pemasaran pangan dunia di atas, sudah barang tentu Indonesia terutama masyarakatnya mengalami kerugian yang tidak sedikit. 

Artinya secara tidak langsung kita di perlihatkan secara fakta bahwa sudah terjadi penguasaan sumber daya alam menjadi proses produksi yang dikuasi dari input sampai output. Selain itu, selain sebagai potensi bisnis, sistem seperti ini akan merubah pola konsumtif masyarakat sebuah negara terhadap produk-produk instant.

Beredarnya produk-produk instan di kalangan masyarakat terutama indonesia pada akhir-akhir ini semakin intens, sebut saja penguasaan "air" yang di kemas menjadi praktis bagi masyarakat untuk di konsumsi telah menggeser asupan konsumsi menjadi lebih praktis. Jika dulu, masyarakat gemar memasak air, maka sekarang tinggal ke waralaba terdekat sudah mampu menciptakan apa yang disebut kepuasaan konsumen.

Selain "air" masih terdapat banyak produk yang kita jumpai saat ini. Bahkan makanan cepat saji, sayur mayur, bahan pangan lainya dapat di jumpai secara praktis. Sekali lagi siapapun yang dapat menguasai sumber daya ala dan mampu menciptakan nilai tambah mejadi produk akan menjadi pemain global. 

Untuk komoditas pangan yang memiliki nilai tambah, terdapat ribuan produk yang ada di Indonesia dan semuanya merupakan pemilik corporate 10 besar penguasaan f00d chain in the world. Sebut saja Unilever dengan produknya yang mencapai ribuan, Nestle, Coca-cola, Danone yang menjadi penguasa Air kemasan, Mars, Mondels dll.

Produk-produk berlabel food ini telah menguasi dunia terutama indonesia dengan gaya hidup konsumtif yang tinggi. Akan tetapi, jebakan belum berakhir dengan hanya menjelaskan ribuan produk dan perusahaan-perusaahn besar penguasa marketing food dunia.

Akan ada efek dari pola konsumsi produk instan yang lebih besar yakni kesehatan. Dalam sebuah penelitian yang di lakukan oleh peneliti UCLA Jonson Comprensive Cancer Center USA menunjukan bahwa Titanium Dioxida Nanopertikel yang terdapat dalam produk food dimana-mana.

Titanium Dioxida Nanopertikel dapat menyebakan kerusakan genetika sistem yang merupakan sumber berbagai penyakit, seperti kanker, dan penyakit kronis lainnya.

Penyakit-penyakit kronis ini dapat menyebakan kerugian bagi negara yang menyebabkan negara dan warga negara harus mengeluarkan biaya lebih untuk melakukan pengobatan, maka jangan heran ketika biaya kesehatan merupakan salah satu pengeluaran terbesar masyarakat Indonesia saat ini. 

Selain itu, potensi penyakit yang tercipta dari produk-produk kemasan dan instan di satu pihak adalah keuntungan bagi corporate yang bergerak di bidang kesehatan. 

Artinya bahwa terjadi peningkatan permintaan terhadap kesehatan (obat dll)  membuat coorporate dapat memanipulasi penawaran dengan ketersediaan yang di batasi sehingga menguntunkan bagi mereka.

Perang dagang atau perang Coorporate di Indonesia?

Perang dagang antara Amerika dan Cina baru-baru ini sangat menghebohkan dunia. Lihat saja bagaimana US memanipulasi dollar terhadap dunia-dunia berkembang dan Cina yang memiliki target menjadi negara pereknomian dunia melakukan eksanspansi perdagangan gila-gilaan. Indonesia sendiri merupakan pasar penting bagi kedua negara, selain sebagai pemilik input juga merupakan pasar konsumtif dunia.

Antara Amerika dan Cina di Indonesia sudah pasti kita memiliki cara pandang masing-masing, misalnya saja Cina dengan serbuan tenaga asing, penjualan aset-aset pelabuhan sebagai sarana logistik, produk-produk KW super sampai abal-abal.

Sedangkan Amerika yang notabenenya penguasa pasar food semisal KFC, McDonalds, council dan sumber daya alam (freeport) akan mempertahankan penguasaan pasarnya secara ketat. 

Di satu sisi adanya keinginan masuk pasar dan penguasaan sumber daya di satu sisi terjadi barrier to entry untuk mempertahankan pasar.

Secara tidak langsung kita dapat mengatakan bahwa perang dagang yang saat ini terjadi merupakan perang coorporate yang menggunakan kekuasaan negara untuk mendapatkan power legitimasi. 

Jika Cina dapat menguasai pasar indonesia maka sudah barang tentu coorporate Amerika harus angkat kaki begitu pula sebaliknya jika US mampu mempertahankan pangsa pasarnya maka Cina harus berupaya dengan strategi yang berbeda.

Lantas bagimana dengan Coorporate Indonesia? Yang pasti menurut hemat saya jika Indonesia tidak mampu melakukan pertahanan secara kuat dalam campur tangan perekonomian lebih dalam, maka kita hanya menjadi pemilik sumber daya yang konsumtif. Semoga bermanfaat dan mari berbenah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun