Namun, dalam kehidupan nyata, pernikahan sering kali menghadapi banyak tantangan. Salah satu masalah utama adalah percekcokan yang terus-menerus.Â
Meskipun setiap pasangan pasti pernah mengalami konflik, jika percekcokan tidak diselesaikan dengan baik, hal ini dapat merusak hubungan dan menciptakan trauma emosional.Â
Khususnya bagi anak-anak yang menjadi saksi dari konflik tersebut, pernikahan bisa dipandang sebagai hubungan yang penuh ketegangan dan tekanan.Â
Akibatnya, generasi muda yang melihat atau mengalami percekcokan dalam keluarga merasa enggan untuk menikah, karena mereka khawatir pola yang sama akan terjadi dalam kehidupan mereka.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
KDRT tidak hanya mencederai fisik, tetapi juga membekas dalam jiwa korban, baik secara langsung maupun melalui pengalaman yang dialami oleh anak-anak.Â
Bagi mereka yang pernah menyaksikan atau bahkan menjadi korban KDRT, pernikahan seringkali dilihat sebagai lembaga yang rentan terhadap kekerasan dan penderitaan.Â
Hal ini mengarah pada ketakutan untuk terlibat dalam pernikahan, dengan harapan untuk melindungi diri dari kemungkinan hubungan yang menyakitkan dan berbahaya.
PerselingkuhanÂ
Ketika salah satu pasangan mengkhianati yang lainnya, kepercayaan yang menjadi dasar utama dalam pernikahan hancur, meninggalkan luka emosional yang dalam.Â
Bagi generasi muda yang menyaksikan perselingkuhan dalam keluarga, pernikahan dapat terlihat sebagai institusi yang rapuh dan tidak dapat diandalkan.Â