Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Navigasi Ketenagakerjaan di Indonesia: Bagaimanakah UU Cipta Kerja Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi?

4 November 2024   08:30 Diperbarui: 4 November 2024   17:24 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan lanskap ketenagakerjaan di Indonesia semakin kompleks dengan pesatnya perkembangan teknologi dan perubahan dalam struktur kerja. 

Dinamika ini menuntut kebijakan yang tidak hanya fleksibel tetapi juga mampu melindungi hak-hak dasar pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi global. 

Dalam situasi ini, pemerintah perlu merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang adaptif terhadap perubahan.

Regulasi Ketenagakerjaan

Perubahan lanskap kerja juga membawa dampak bagi pekerja yang kurang terampil dalam teknologi. Regulasi yang diadaptasi harus mempertimbangkan nasib pekerja yang mungkin tertinggal dalam digitalisasi. 

Dengan demikian, perlindungan yang diberikan perlu melibatkan pelatihan berkelanjutan yang mendukung pekerja dalam menghadapi tantangan kerja di era modern.

Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) menjadi langkah pemerintah untuk menarik investasi dengan memperbaiki sistem ketenagakerjaan. 

Dalam UU ini, fleksibilitas dalam ketenagakerjaan diberikan untuk memudahkan investasi dan penciptaan lapangan kerja. 

Namun, kebijakan ini memicu kontroversi karena adanya kekhawatiran akan menurunnya perlindungan bagi pekerja.

Keseimbangan dan Regulasi dalam Putusan MK

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat memperlihatkan adanya perlunya keseimbangan dalam regulasi. 

Putusan ini menggarisbawahi pentingnya revisi regulasi agar lebih adil, terutama pada aspek perlindungan pekerja, seperti hak atas pengupahan yang layak dan batas waktu kontrak kerja yang jelas.

Pembatasan durasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi salah satu poin penting dalam UU Ketenagakerjaan. 

Pembatasan ini berfungsi untuk memberikan kepastian bagi pekerja kontrak, yang sering kali mengalami ketidakstabilan dalam masa kerja.

Nasib Pekerja

Di sisi lain, kebijakan ini diharapkan mendorong pengusaha untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi pekerja kontrak untuk diangkat sebagai pekerja tetap. 

Dengan demikian, adanya batas waktu dalam kontrak kerja dapat menjadi jaminan perlindungan bagi pekerja sambil meningkatkan kualitas sumber daya manusia di perusahaan.

Sistem outsourcing juga menjadi sorotan karena rentan terhadap eksploitasi pekerja yang dialihdayakan. 

Dalam regulasi baru, jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan dibatasi untuk menjaga standar perlindungan pekerja. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antara pekerja tetap dan pekerja alih daya.

Bagi pekerja alih daya, adanya regulasi ini memberikan kepastian akan hak-hak mereka. Pembatasan tersebut menjamin bahwa mereka tidak sekadar bekerja dalam ketidakpastian, tetapi juga memperoleh perlindungan sesuai standar ketenagakerjaan yang layak. 

Pergulatan Upah Pekerja 

Penetapan komponen hidup layak dalam pengupahan sangat penting untuk menyesuaikan kenaikan upah minimum dengan kondisi ekonomi saat ini. 

Kenaikan harga barang kebutuhan pokok serta biaya hidup yang terus meningkat akibat inflasi berdampak langsung pada daya beli pekerja. 

Oleh karena itu, upah minimum yang tidak mengalami penyesuaian secara berkala akan mengurangi kesejahteraan para pekerja. 

Agar pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar mereka, penetapan komponen hidup layak harus dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai faktor ekonomi yang memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Pemerintah memiliki peran besar dalam memastikan bahwa upah minimum selalu relevan dengan situasi ekonomi. 

Peninjauan ulang upah minimum secara berkala, dengan mempertimbangkan inflasi serta kebutuhan dasar pekerja, dapat menjamin bahwa upah yang diterima pekerja tetap memadai. 

Dewan Pengupahan Daerah harus diaktifkan kembali untuk merumuskan komponen-komponen hidup layak, yang mencakup berbagai kebutuhan pekerja, seperti sandang, pangan, papan, dan akses kesehatan. 

Partisipasi masyarakat dalam perumusan ini diperlukan agar keputusan pengupahan mencerminkan realitas di lapangan, sehingga pekerja tidak hanya dapat bertahan hidup tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.

Pesangon dan Pemutusan Hubungan Kerja 

Mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) perlu melewati proses mediasi agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 

Penyelesaian bipartit antara pekerja dan pengusaha membantu mencari solusi terbaik sebelum berlanjut ke jalur hukum.

Jika mediasi gagal, penyelesaian hukum menjadi jalan terakhir untuk melindungi hak-hak pekerja yang terkena PHK. 

Mekanisme PHK yang adil dan bertanggung jawab diperlukan agar hak-hak pekerja tetap dihormati di tengah tantangan ketenagakerjaan yang kompleks.

Penetapan pesangon menjadi bentuk penghargaan bagi pekerja yang terkena dampak PHK. Kebijakan ini menjamin pekerja tetap memiliki stabilitas ekonomi setelah kehilangan pekerjaan. 

Kompensasi yang layak ini bukan hanya bentuk perlindungan tetapi juga upaya untuk memberikan dukungan ekonomi bagi pekerja yang sedang mengalami masa sulit.

Perlindungan ini juga mendorong perusahaan untuk mematuhi standar ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga mereka mempertimbangkan dampak PHK secara matang sebelum mengambil keputusan.

Kebijakan Terkait Pekerja Lokal

Pekerja lokal perlu mendapatkan kesempatan lebih besar dalam pasar tenaga kerja di dalam negeri. 

Pengawasan ketat terhadap penggunaan tenaga kerja asing memastikan bahwa hanya posisi yang benar-benar tidak bisa diisi oleh pekerja lokal yang boleh dipekerjakan oleh tenaga kerja asing.

Kebijakan ketat tersebut tidak hanya bertujuan untuk menekan angka pengangguran di kalangan tenaga kerja lokal, tetapi juga mendorong peningkatan keterampilan lokal. 

Dengan peningkatan keterampilan dan pengalaman, pekerja lokal diharapkan lebih mampu bersaing secara kompetitif di pasar tenaga kerja internasional.

Aspirasi Serikat Pekerja

Dialog sosial antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja memainkan peran penting dalam menciptakan kebijakan ketenagakerjaan yang inklusif. 

Kolaborasi ini memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan sesuai dengan kondisi di lapangan dan memperhatikan kepentingan semua pihak. Hal ini penting untuk memastikan kelangsungan perlindungan bagi pekerja.

Partisipasi aktif dari semua pihak dalam dialog sosial meningkatkan kepercayaan dalam proses pengambilan keputusan. 

Dengan melibatkan pekerja dan pengusaha dalam perumusan kebijakan, kepatuhan terhadap regulasi akan lebih tinggi, sehingga implementasi kebijakan lebih efektif di lapangan. 

Keberadaan serikat pekerja harus didukung agar mereka dapat memainkan peran yang lebih kuat dalam melindungi hak-hak pekerja. 

Serikat pekerja juga memiliki posisi strategis untuk melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan dalam memperjuangkan hak-hak kolektif pekerja. 

Dukungan terhadap serikat pekerja ini menjadi penting dalam mewujudkan kondisi kerja yang layak dan aman bagi semua pekerja.

Tenaga Kera di Era Tekonologi

Adaptasi teknologi menjadi salah satu tantangan bagi pekerja di era digital. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa pekerja memiliki keterampilan yang sesuai dengan perkembangan teknologi.

Regulasi ketenagakerjaan juga harus mencerminkan dinamika teknologi yang sedang berlangsung. Kebijakan yang adaptif terhadap perubahan teknologi menjadi kunci dalam menjaga daya saing pekerja Indonesia di era digital.

Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi menjadi solusi jangka panjang untuk menghadapi tuntutan keterampilan kerja modern. 

Dengan pendidikan yang relevan, pekerja akan lebih siap menghadapi tantangan industri yang dinamis. Keterampilan vokasi yang sesuai juga memudahkan transisi pekerja ke sektor-sektor baru.

Selain itu, pelatihan vokasi berkelanjutan menjamin bahwa pekerja tidak tertinggal dalam perkembangan keterampilan baru. 

Hal ini akan memperkecil kesenjangan keterampilan antara pekerja lama dan baru, serta meningkatkan kualitas tenaga kerja di Indonesia.

Fungsi Pengawasan

Pengawasan ketenagakerjaan yang efektif sangat penting untuk memastikan bahwa regulasi diterapkan dengan benar. 

Pemerintah harus memperketat pengawasan agar setiap perusahaan mematuhi aturan mengenai upah minimum, keselamatan kerja, dan hak-hak pekerja lainnya.

Pengawasan ketat ini juga mendorong terciptanya lingkungan kerja yang adil dan aman bagi semua pekerja. Dengan adanya pengawasan yang baik, pekerja akan merasa lebih terlindungi, dan produktivitas kerja dapat meningkat. 

Kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan adalah kunci untuk menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi pekerja. Dengan regulasi yang tepat, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pekerja dapat berjalan seiring.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun