Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyebab Kemarahan dan Cara Mengelolanya

23 Oktober 2024   17:50 Diperbarui: 23 Oktober 2024   18:41 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemarahan/ pixabay.com

Kemarahan merupakan emosi yang dialami oleh setiap individu, tetapi bagaimana kita mengelolanya sangat tergantung pada berbagai faktor yang memengaruhi kehidupan kita.

Kemarahan bukan hanya respons terhadap situasi tertentu, tetapi juga merupakan cerminan dari masalah yang lebih dalam yang tidak terselesaikan. 

Pengalaman Masa Lalu

Salah satu penyebab utama kemarahan adalah pengalaman masa lalu yang menyakitkan. 

Banyak orang yang mengalami trauma atau kehilangan pada masa kecil tidak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan perasaan tersebut. 

Menurut psikolog Judith Lewis Herman, trauma yang tidak diatasi dapat mengakibatkan dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan emosi seseorang.  

Kemarahan sering muncul sebagai mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari rasa sakit yang lebih dalam. 

Kondisi Stress

Stres juga memainkan peran besar dalam kemarahan. Dalam masyarakat modern yang serba cepat, banyak orang merasa tertekan oleh tuntutan pekerjaan, hubungan, dan kehidupan sehari-hari. 

Psikolog Daniel Goleman, yang dikenal karena karyanya tentang kecerdasan emosional, menekankan bahwa stres yang berkepanjangan dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mengelola emosi dengan baik. 

Karena itu penting untuk mengembangkan strategi manajemen stres, seperti meditasi atau aktivitas fisik, untuk mencegah kemarahan yang berlebihan.

Perilaku Agresi

Lingkungan sosial di mana seseorang tumbuh juga dapat berkontribusi pada perilaku agresi. Jika seseorang dibesarkan di lingkungan yang penuh dengan kekerasan atau konflik, mereka cenderung meniru pola perilaku tersebut. 

Psikolog Albert Bandura melalui teori pembelajaran sosialnya menunjukkan bahwa perilaku dipelajari melalui observasi dan imitasi. 

Ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pembentukan karakter sejak dini sangat penting untuk membentuk sikap positif dan mengurangi kecenderungan terhadap agresi.

Tidak Terampil 

Kurangnya keterampilan emosional juga menjadi faktor yang tidak boleh diabaikan. Banyak orang tidak diajarkan bagaimana mengelola emosi mereka dengan baik. 

Menurut psikolog Marshall Rosenberg, pengabaian terhadap pengembangan keterampilan komunikasi non-kekerasan dapat membuat individu merespons dengan agresi. 

Tanpa pengetahuan tentang cara mengekspresikan kemarahan dengan cara yang konstruktif, seseorang mungkin akan merespons dengan agresi. 

Tidak Paham Situasi

Selain itu, persepsi yang salah terhadap situasi juga dapat memicu kemarahan. Seringkali, seseorang mungkin merasa diserang atau dipermalukan, bahkan ketika itu bukan niat orang lain. 

Psikolog John Gottman, yang telah melakukan banyak penelitian tentang hubungan, berpendapat bahwa kemampuan untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain adalah kunci dalam mengurangi reaksi kemarahan yang tidak perlu. 

Kesadaran diri dan kemampuan untuk memahami perasaan orang lain sangat penting untuk meningkatkan komunikasi dan mengurangi konflik.

Gangguan Mental

Kondisi kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan juga sering kali berkontribusi pada kemarahan. Menurut psikolog David D. Burns, gangguan mental dapat mempengaruhi cara seseorang mengelola emosi mereka. 

Orang yang mengalami gangguan mental mungkin tidak mampu mengelola emosi mereka dengan baik. 

mereka perlu untuk mencari bantuan profesional untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang mendasarinya, sehingga kemarahan dapat diatasi dengan cara yang lebih sehat.

Kelelahan Fisik

Kelelahan fisik dan mental juga dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk marah. Ketika seseorang merasa lelah, mereka menjadi kurang sabar dan lebih mudah tersinggung. 

Penelitian yang dilakukan oleh psikolog Roy Baumeister menunjukkan bahwa kelelahan dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk mengendalikan impuls, sehingga memicu kemarahan. 

Oleh karena itu, menjaga kesehatan fisik dengan cukup tidur, pola makan yang baik, dan olahraga teratur sangat penting untuk mengurangi kemarahan yang tidak terkontrol.

Mengelola Kemarahan

Kemarahan yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak negatif pada hubungan interpersonal. Ketika seseorang sering marah, mereka dapat merusak hubungan dengan keluarga, teman, atau rekan kerja. 

Psikolog dan penulis buku "Anger: Wisdom for Cooling the Flames," Thich Nhat Hanh, menekankan pentingnya kesadaran diri dalam mengelola kemarahan. 

Penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif untuk mengungkapkan perasaan tanpa menyakiti orang lain.

Dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mengelola kemarahan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih sehat secara emosional. 

Menurut psikolog Peter Salovey dan John D. Mayer, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi, baik dalam diri sendiri maupun orang lain. 

Ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pengelolaan emosi yang baik.

Dukungan sosial yang kuat dapat membantu individu merasa lebih nyaman dalam mengekspresikan perasaan mereka, termasuk kemarahan. 

Dengan cara ini, kita dapat mengurangi stigma yang sering melekat pada emosi negatif dan menciptakan ruang yang lebih aman untuk berdiskusi tentang masalah emosional.

Melalui pendidikan, dukungan, dan kesadaran diri, kita dapat mengatasi kemarahan dengan cara yang konstruktif dan membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun