Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Kekerasan Fisik Pada Anak, Penyebab dan Dampak Buruknya

1 Agustus 2024   13:26 Diperbarui: 2 Agustus 2024   02:16 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilsutrasi: Anak yang menangis. (Sumber: pixabay.com)

Kekerasan fisik pada anak adalah bentuk perlakuan yang melibatkan tindakan fisik yang merugikan atau menyakitkan anak. Ini mencakup berbagai perilaku yang dapat mengakibatkan cedera fisik, rasa sakit, dan kematian. 

Kekerasan fisik pada anak tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik mereka tetapi juga dapat menimbulkan masalah psikologis jangka panjang.

Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, kekerasan fisik diartikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, sakit, atau luka berat, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 huruf a. 

Dengan kata lain, kekerasan fisik mencakup tindakan yang menyebabkan luka, dan penderitaan fisik.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023 terdapat total 24.158 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan. 

Dari jumlah tersebut, kekerasan fisik merupakan kategori yang paling sering dilaporkan dengan total 4.511 kasus. Namun, masih banyak kasus kekerasan fisik yang tidak dilaporkan, sehingga angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.

Tempat Terjadinya Kekerasan Anak

Kekerasan fisik terhadap anak dapat terjadi di berbagai lingkungan dan dilakukan oleh berbagai pihak dewasa. Di rumah, kekerasan fisik sering kali dilakukan oleh orang tua atau pengasuh sebagai bentuk hukuman atau ekspresi kemarahan, menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi anak.

Di sekolah, kekerasan fisik dapat terjadi melalui tindakan disiplin yang kasar oleh guru atau staf, serta perundungan fisik di antara siswa. 

Di institusi keagamaan, yang seharusnya menjadi tempat pembinaan moral, kekerasan fisik juga dapat terjadi jika pengasuh atau pendidik menggunakan metode disiplin yang merugikan.

Kekerasan fisik oleh guru terhadap murid sangat tidak dapat diterima dan melanggar hak asasi manusia. Kadang-kadang, kekerasan ini terjadi karena guru tidak memiliki pengendalian diri secara baik, atau merasa stres dan frustrasi dalam menangani murid.

Sebagai contoh, pada 23 Maret 2024, kepala sekolah SMK Negeri 1 Sidua'ri yang berinisial SZ memukul murid bernama Yaredi di bagian kening dengan keras. Pukulan ini menyebabkan bengkak pada kening Yaredi dan, tragisnya, mengakibatkan kematian. Kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan fisik, meskipun tampak minor, bisa sangat berbahaya.

Selain itu, kekerasan fisik terhadap anak juga dapat terjadi di masyarakat luas. Anak bisa mengalami kekerasan dari orang dewasa yang mungkin tidak memiliki hubungan langsung dengan mereka, seperti dalam kasus kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa di komunitas atau lingkungan sosial.

Kasus meninggalnya anak AM, yang berusia 13 tahun, di Kota Padang, Sumatera Barat, pada awal Juni 2024, memerlukan penanganan yang transparan dan menyeluruh. 

AM diduga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh oknum penegak hukum, yang menyebabkan kematiannya. Penyelidikan yang terbuka dan akurat sangat penting untuk memastikan keadilan dan mencegah kejadian serupa di masa depan.

Dampak Fisik Kekerasan

Cidera 

Kekerasan fisik pada anak meliputi berbagai bentuk perilaku yang dapat mengakibatkan cedera serius. Bentuk-bentuk kekerasan ini termasuk memukul anak dengan tangan atau benda keras, menendang, dan menggigit, yang dapat menyebabkan memar, patah tulang, luka terbuka, dan cedera internal.

Selain itu, penggunaan senjata atau benda tajam, seperti sabuk atau tongkat, untuk melukai anak juga merupakan bentuk kekerasan fisik yang sangat berbahaya dan serius.

Dampak kekerasan fisik tidak hanya terbatas pada cedera jangka pendek, tetapi juga dapat berlanjut hingga dewasa. Anak-anak yang mengalami kekerasan fisik sering kali menghadapi masalah kesehatan jangka panjang, seperti gangguan kesehatan kronis dan masalah pertumbuhan yang terhambat.

Kehilangan Rasa Aman 

Trauma fisik dan emosional yang ditimbulkan dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan mental mereka, serta pertumbuhan mereka di masa depan.

Anak-anak yang mengalami kekerasan fisik sering mengalami kecemasan dan ketidakstabilan mental yang signifikan. Trauma emosional ini dapat mengganggu kemampuan mereka untuk merasa aman dan nyaman, memengaruhi kesejahteraan psikologis mereka secara keseluruhan.

Kecemasan yang muncul akibat kekerasan fisik dapat menyebabkan ketegangan yang terus-menerus dan kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain.

Ganguan Psikis

Selain trauma emosional, kekerasan fisik dapat mempengaruhi perilaku anak secara drastis. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan sering kali menunjukkan perilaku agresif, kemarahan yang tidak terkendali, atau kecenderungan untuk melukai orang lain.

Perilaku ini mungkin merupakan cara mereka untuk mengekspresikan frustrasi atau mengatasi rasa sakit emosional yang mereka alami. Akibatnya, mereka mungkin kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dan produktif dengan teman sebaya dan orang dewasa.

Insomnia

Masalah tidur adalah dampak lain dari kekerasan fisik yang sering terjadi. Anak-anak yang mengalami kekerasan mungkin menghadapi gangguan tidur seperti mimpi buruk, insomnia, atau terbangun di malam hari dengan ketakutan.

Gangguan tidur ini dapat memperburuk kondisi emosional mereka dan mempengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi dengan baik di siang hari. 

Kurangnya tidur yang berkualitas juga dapat memperparah masalah kesehatan mental dan fisik, menciptakan siklus yang sulit untuk diputus.

Faktor Penyebab

Kurangnya pengetahuan orang tua, atau pengasuh tentang cara mendidik anak dengan baik sering menjadi salah satu penyebab kekerasan fisik. 

Orang tua atau pengasuh yang tidak tahu cara mendidik anak dengan cara yang positif dan penuh kasih mungkin menggunakan kekerasan fisik untuk mengendalikan perilaku anak.

Mereka mungkin menganggap kekerasan fisik sebagai cara cepat dan mudah untuk menangani masalah perilaku anak, padahal sebenarnya metode ini tidak menyelesaikan masalah dengan baik.

Frustasi

Stres dan frustrasi yang dirasakan oleh orang tua atau pengasuh juga dapat menyebabkan kekerasan fisik pada anak. Masalah di pekerjaan, keuangan, atau masalah pribadi sering membuat orang merasa sangat tertekan dan tidak bisa mengendalikan emosi.

Dalam kondisi seperti ini, mereka kemudian melampiaskan kemarahan dan frustrasi pada anak. Dengan kata lain menjadikan anak korban dari emosi yang tidak bisa dikendalikan.

Kesehatan Mental

Masalah kesehatan mental pada pengasuh atau orang tua juga dapat meningkatkan risiko kekerasan fisik terhadap anak. Gangguan kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan dapat mengganggu kemampuan mereka untuk menjadi pengasuh yang baik.

Orang tua dengan masalah kesehatan mental mungkin lebih cenderung bertindak agresif atau tidak stabil, yang dapat meningkatkan kemungkinan kekerasan fisik terhadap anak. 

Oleh karena itu, penanganan dan dukungan yang baik untuk masalah kesehatan mental sangat penting untuk mencegah kekerasan di rumah.

Selain itu, di beberapa budaya atau sistem pendidikan, kekerasan fisik mungkin dianggap sebagai metode disiplin yang diterima. Beberapa tempat mungkin masih mengizinkan atau tidak secara tegas melarang tindakan kekerasan, yang bisa mendorong guru untuk menggunakannya dalam mendisiplinkan murid.

Upaya Pencegahan

Pemerintah daerah serta berbagai instansi pemerintah memiliki tanggung jawab signifikan dalam menangani kekerasan fisik terhadap anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) memainkan peran kunci dalam merumuskan kebijakan dan peraturan untuk melindungi anak, serta menyediakan program edukasi untuk orang tua dan pengasuh.

Selain itu, sekolah dan institusi pendidikan dapat memberikan kontribusi penting dengan mengimplementasikan program pendidikan yang fokus pada hak-hak anak dan prinsip pengasuhan yang benar. 

Melalui program parenting, mereka dapat mengedukasi orang tua dan pengasuh tentang cara mendukung perkembangan anak secara sehat dan menghindari tindakan kekerasan.

Menangani kekerasan fisik terhadap anak memerlukan beberapa langkah penting. Pertama, kasus kekerasan harus dilaporkan kepada pihak berwenang seperti lembaga perlindungan anak atau polisi, agar anak mendapatkan perlindungan yang diperlukan dan pelaku kekerasan dihukum sesuai hukum.

Selanjutnya, dukungan psikologis sangat penting; anak-anak yang mengalami kekerasan harus mendapatkan terapi dan konseling untuk membantu mereka mengatasi dampak emosional dan pulih dari trauma.

Terakhir, rehabilitasi dan perawatan juga diperlukan, termasuk perawatan medis untuk cedera fisik dan program rehabilitasi untuk mendukung pemulihan fisik dan emosional secara menyeluruh. 

Langkah-langkah ini penting untuk memastikan anak-anak merasa aman dan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk sembuh dan berkembang dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun