"Ciri-ciri apa? Pasti Kamu mengolok-olok Ayuk lagi." Kata Ayuk mendekat padaku.
"Na, kan. Permainanku sudah mulai nyangket." Pikirku.
"Nanti malam kamu harus hati-hati. Kelihatannya dia tidak suka pada kita."
"Dewo, kamu jangan teror Ayuk. Ayuk takut. Bisa-bisa Ayuk nggak mau tidur nanti malam"
"Tidur aja, kan ada Aku, Indra, dan yang lain."
Ternyata hari sudah siang. Mungkin karena awan yang tebal sehingga matahari tidak kelihatan. Masuk akal Desa Bantih adalah desa pegunungan. Pastilah curah hujannya tinggi.
Betul saja, diperjalanan menuju mes, Aku dan Ayuk diguyur hujan. Dibalik kedinginan, Aku merasa bersyukur karena tanpa diminta Ayuk menguatkan pelukan dipinggangku.
Kami sampai di wantilan dan semua basah kehujanan. Kami bergegas gantian mandi. Mataku jelalatan memandangi Ayuk. Tubuh tinggi semampai, berkulit putih. Tampak lekuk badannya karena pakaian yang digunakan basah semua.
"Uuh, Aku tak mau terbius hayalan itu." Pikirku, sambil menuju dapur membuat kopi untuk menghangatkan tubuh, sebelum dapat giliran mandi. Sebatang rokok ku hirup dalam-dalam. Usss, sangat nikmat. Pas dengan cuaca yang dingin.
Malam semakin malam. Hujan lebat tak ada tanda berhenti. Bersamaan dengan itu, listrik rupanya padam. Jadilah suasana wantilan desa cukup gelap. Kami hanya mengandalkan penerangan dari senter, sehingga suasana remang-remang.
Rupanya, teman perempuan ketiganya tidak berani di mes mereka. Kamipun berkumpul bersama. Kenapa ya, Aku hanya fokus pada Ayuk aja? Ratih dan Manik juga cantik.