Mohon tunggu...
Nyoman Sarjana
Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setungkub Padang Ilalang

4 Juni 2024   21:04 Diperbarui: 5 Juni 2024   05:12 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar pixabay gratis

SETUNGGUB PADANG ILALANG
DN Sarjana

Ini hari ke tiga Arumi harus menginap di rumah sakit. Ia berjuang melawan sakit yang menggerogoti tubuhnya. Dengan setia Aril menunggui. Walau hanya malam hari, tapi sudah membuat hati Arumi tenang.

Bermula dari rasa lelah yang berkepanjangan karena Arumi hampir setiap malam harus tampil energik memutar musik sesuai dengan permintaan pengunjung. Ia bekerja sebagai DJ di sebuah klub malam ternama dibilangan Kuta. Sampai akhirnya dia tepar tak sadarkan diri dan harus dilarikan kerumah sakit.

"Mas Aril, kamu pasti lelah menungguku setiap malam di sini. Biarkan saja aku sendiri di sini. Aku tak apa-apa. Toh sewaktu-waktu aku bisa memanggil perawat kalau ada keperluan." Suara Arumi lemah. Sementara di tangannya bergelayut selang infus.

"Arum, jangan berkata begitu. Aku masih bisa kok. Aku kan bisa tidur di korsi panjang ini. Aku tak ingin kamu sendirian." Aril memegang tangan Aruni dengan penuh kasih sayang. Arumi berusaha menahan air matanya. Ia merasa terharu atas kesetiaan Aril. Padahal kalau diingat-ingat, mengawali pertunangannya tidak ringan. Berliku  rintangan yang ia lalui.

Maklum Arumi hanya seorang DJ. Tahulah, pekerjaan malam seperti itu, dibanyak pikiran orang selalu mendapat stigma negatif. Sering dikaitkan dengan nuansa dugem dan pasti dekat dengan minuman keras, barang terlarang dan pergaulan bebas.

Padahal buat Arumi, bekerja di tempat itu, semata karena tuntutan luar biasa dari keluarga. Bayangkan dia hanya perantau. Sementara dia harus mengajak dua adiknya dan kedua-duanya masih sekolah.

Ketrampilan yang Arumi bawa merantau hampir tidak ada. Awalnya dia hanya bekerja serabutan. Dari karyawan loundry sampai pekerja di salon kecantikan.
Pertemuan dengan Aril terjadi ketika suatu saat Aril mengambil cuciannya di loundry.

"Sudah selesai mbak?

"Yang ini mas. Maaf tinggal sepasang saja. Mohon ditunggu sebentar."

Aril sebenarnya merasa kesel, tapi melihat wajah dan badan perempuan itu penuh keringat, Aril merasa kasihan juga, hingga membuatnya dengan sabar menunggu.

Dari situlah awal Aril kenal perempuan tersebut bernama Arumi. Perempuan cantik yang mampu menggoda rasa cinta Aril, sampai akhirnya mereka menjalin pertunangan.

Rintangan perjalan cinta mereka tidak sedikit. Pastinya dari keluarga Aril yang memang tinggal di Bali. Pernah suatu hari Ibu Aril mengumpat dan sangat menyakitkan Arumi.

"Mbak, mestinya cari pacar itu berkaca diri dulu. Biar tahu tampang buruknya. Kamu tahu kan siapa Aril? Ibarat bumi dengan langit. Tak sepadan dan tak mungkin menyatu. Hanya karena kamu saja perempuan rendahan."

Umpatan yang paling menyakitkan dari seorang perempuan yang dibilang berada, kaya. Seingat Arumi, walau ibunya miskin, tak sekalipun mengumpat seperti itu.

Dari kejadian itu, hampir sebulan Arumi, selalu mengelak bertemu dengan Aril. Ia tidak ingin menyakiti dan menjerumuskan Aril dalam kubangan prahara cinta.

Hingga suatu waktu, Aril masuk rumah sakit karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Sebagai perempuan, apalagi kekasihnya, hati Arumi luluh jua. Walau kakinya berat melangkah, Arumi tetap menyusuri gang kecil di rumah sakit. Pikirannya bagaimana kalau dia bertemu dengan ibunya. Umpatan apa lagi yang akan menyayat hati Arumi?

Dibacanya sal Mawar, kamar nomer 5. Kaki Arumi terhenti. Ragu memencet bel di pintu. "Tapi bagaimana lagi?" Pikir Aruni.

Benar saja, Ibu Aril membukakan pintu. Tak berucap sepatah katapun. Ia menjauh. Arumi berucap permisi. Dan jawaban ditunggu sunyi senyap.

Dilihatnya Aril berbalut perban. Luka-luka lecet sekujur tubuhnya. Wajahnya hampir tak nampak karena perban menempel. Hati Arumi sangat sedih. Ingin rasanya Arumi menjerit. Ia tak tega melihat kekasihnya seperti itu.

"Arumi?, suara parau keluar dari bibir Aril. Jemarinya seolah memanggil. Aril takut mendekat. Tapi ia pasrah saja apapun yang terjadi.

Arumi memegang jemari Aril. Aril terlihat tersenyum dari kedip matanya. Ia berusaha memegang jemari arumi, walau terasa lemah. Lalu Aril memberi kode pada Arumi untuk mengambilkan handpone nya.

Jemari Aril perlahan menekan tombol hurup di handpone. Ada beberapa baris kalimat yang Aril berusaha tulis. Setelah selesai, Aril memberi kode kepada Arumi untuk memberikan ibunya.

Ibu Aril sekali lagi tanpa bicara mengambil handpone dari Tangan Arumi. Terlihat wajahnya serius membaca.

"Bu, dia Arumi. Dia pacarku. Ibu harusnya mengerti. Aku lebih sakit bila ibu diam seperti itu. Dia sama seperti ibu. Punya perasaan. Mohon dijaga perasaannya. 

Terimalah dia seperti anak ibu."

Setelah selesai membaca tulisandari Aril anaknya, ibu Aril memandangi Arumi. Dari raut wajah, terlihat kesedihan dan penyesalan terpencar. Ibu Aril seolah melompat dan seklebat tangannya sudah melingkar memeluk Arumi. Sesegukan tangis ibu Aril, seraya beberapa kali ucapan minta maaf kepada Arumi.

"Maafkan Ibu, Arumi. Ibu telah merendahkanmu,  menyakitimu. Maafkan Ibu. Kamu perempuan yang pantas menemani Aril. Ibu salah menilaimu."

Arumi tak kuasa menahan air matanya. Tetes-tetes itu bergulir pula. "Ibu, tak ada yang Arumi mesti maafkan tentang Ibu. Arumi ngerti akan keraguan ibu. 

Perempuan memang penuh perasaan."

Ibu Aril menyibakan rambut Arumi. Calon menantu yang semestinya dia sayangi. Perempuan cantik yang tabah dan tanggungjawab. "Ibu janji, setelah Aril sembuh, Ibu ingin nak Arum meneruskan percintaan ini ke jenjang pelaminan. Ibu sayang kalian berdua."

Ternyata impian hari perkawinan yang membahagiakan mesti tertunda. Tepat setelah enam bulan kesembuhan Aril, Arumi harus masuk rumah sakit.

Mungkin sudah takdir Aril dan Arumi harus menjalani arung cinta kasih yang berliku. Walau hati mereka putih seperti setungkub bunga ilalang, tapi derai angin sesekali menghempas, hingga liuk bak tarian mereka nikmati dengan penuh kesabaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun