Aril sebenarnya merasa kesel, tapi melihat wajah dan badan perempuan itu penuh keringat, Aril merasa kasihan juga, hingga membuatnya dengan sabar menunggu.
Dari situlah awal Aril kenal perempuan tersebut bernama Arumi. Perempuan cantik yang mampu menggoda rasa cinta Aril, sampai akhirnya mereka menjalin pertunangan.
Rintangan perjalan cinta mereka tidak sedikit. Pastinya dari keluarga Aril yang memang tinggal di Bali. Pernah suatu hari Ibu Aril mengumpat dan sangat menyakitkan Arumi.
"Mbak, mestinya cari pacar itu berkaca diri dulu. Biar tahu tampang buruknya. Kamu tahu kan siapa Aril? Ibarat bumi dengan langit. Tak sepadan dan tak mungkin menyatu. Hanya karena kamu saja perempuan rendahan."
Umpatan yang paling menyakitkan dari seorang perempuan yang dibilang berada, kaya. Seingat Arumi, walau ibunya miskin, tak sekalipun mengumpat seperti itu.
Dari kejadian itu, hampir sebulan Arumi, selalu mengelak bertemu dengan Aril. Ia tidak ingin menyakiti dan menjerumuskan Aril dalam kubangan prahara cinta.
Hingga suatu waktu, Aril masuk rumah sakit karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Sebagai perempuan, apalagi kekasihnya, hati Arumi luluh jua. Walau kakinya berat melangkah, Arumi tetap menyusuri gang kecil di rumah sakit. Pikirannya bagaimana kalau dia bertemu dengan ibunya. Umpatan apa lagi yang akan menyayat hati Arumi?
Dibacanya sal Mawar, kamar nomer 5. Kaki Arumi terhenti. Ragu memencet bel di pintu. "Tapi bagaimana lagi?" Pikir Aruni.
Benar saja, Ibu Aril membukakan pintu. Tak berucap sepatah katapun. Ia menjauh. Arumi berucap permisi. Dan jawaban ditunggu sunyi senyap.
Dilihatnya Aril berbalut perban. Luka-luka lecet sekujur tubuhnya. Wajahnya hampir tak nampak karena perban menempel. Hati Arumi sangat sedih. Ingin rasanya Arumi menjerit. Ia tak tega melihat kekasihnya seperti itu.
"Arumi?, suara parau keluar dari bibir Aril. Jemarinya seolah memanggil. Aril takut mendekat. Tapi ia pasrah saja apapun yang terjadi.