Dari Amirah, anak tunggal Pak RT -- Barman telah tahu satu hal. Ya, dan itu berhubungan dengan keblingsatan yang terjadi sekarang. Tapi, ini rahasia. Sungguh rahasia. Karena Barman tidak mau ketahuan banyak orang, apalagi tetangga-tetangganya, dia pindah sejenak. Pindah ke kota. Barman menginap di sebuah apartemen.
       Lain memang pikirannya, tapi itu betul-betul bermanfaat. Bermanfaat bagi Barman. Bermanfaat banyak bagi lehernya.
      "Bapakku itu punya bantal enak," kata Amirah bisik-bisik. "Bantal dia bisa bikin orang tidur nyenyak!"
      "Bisa bikin leherku sembuh?"
      "Bisa," jawab Amirah. "Bikin orang jadi tuli, buta, sombong, rakus, mata duitan, semuanya bisa!"
      Barman menelan ludah. Itu keluar dari konteks pembicaraan.
      "Bagaimana bantalnya? Ah, maksudku, bantal itu beli di mana? Merknya apa? Ciri-cirinya apa? Berapa harganya? Sudah pasti bukan di luar negeri, betul? Maksudku, bantal-bantal di luar itu murah. Mereka murahan. Tidak seperti bantal-bantal kita. Ya, kau tahu itu."
      "Bantal bapakku itu lain," bisik Amirah semakin pelan. Semakin mendekat.
      "Apa?" Barman tak sabar.
      "Bantal dia..." Amirah menghela napas.
      "Bantal dia, bantal pejabat negara!"