Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Senandung Cinta Indonesia di Tanah Baduy

14 Februari 2016   14:56 Diperbarui: 15 Februari 2016   02:51 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arah jalan yang kami lewati saat pulang ini disebutnya jalur Gazebo, pertamanya tidak tahu kenapa disebut jalur Gazebo, ternyata Gazebo itu adalah tempat dimana terdapat jembatan yang banyak dikunjungi orang yang berwisata tetapi tidak sampai ke Baduy dalam, cukup sampai Gazebo saja. Banyak muda-mudi berfoto ria, yang buat kagum ada yang pake sepatu wadges dengan jalanan offroad, acungi jempol sepuluh deh.

Ayi menghabiskan 7 botol sedang air mineral, sepertinya tidak keluar lewat keringat, jadi Ayi berjalan sedikit cepat mencari mck. Ditengah perjalanan banyak ketemu rombongan yang mau pelesir ke Gazebo dan mereka selalu bertanya, masih jauh atau sudah dekat, selain banyak yang pakai sepatu kondangan merekapun banyak yang pake baju kondangan, rapi jali nggak nguati.

Mang Arji terus menyemangati kami, nanti bisa istirahat dirumahnya. Sampailah kami dirumah Mang Arji, Pak Ganden dan tiga dara serta Kang Lukman sudah asyik menikmati kopi hitam sachet cap oplet dengan gula aren, sajian istimewa apalagi yang kami dapat kali ini, kopinya yang tidak terlalu asam tapi jadi doping yang joss ditengah kelelahan perjalanan. Kami pikir sampai Ciboleger tinggal selemparan batu, itu hanya mimpi belaka, justru ngaso ditambah ngopi adalah mempersiapkan nafas lebih panjang guna bersua dengan tanjakan terakhir sebelum base camp awal.  Terbayang kembali tanjakan sebelum masuk Cibeo, tanjakan yang panjang dan lama seperti iklan choki-choki masa lalu. Terima kasih Mang Arji dan keluarga atas jamuan yang luar biasa. Mang Arji malah sempat mandi dulu, karena takut kehabisan air di Ciboleger.

Semangkaaaa eh semangat, kalau katemu rombongan yang akan ke Gazebo masih biasa tapi kalau ketemu rombongan menuju Baduy Dalam, langsung kepikiran jalan yang akan mereka lewati, tidak melihat wajah kami-kami ini apa.

Langit kembali mendung, kami harus mempercepat langkah, walaupun sebenarnya masih ingin lihat para perempuan menenun kain. Boleh dikatakan masyarakat Baduy adalah masyarakat mandiri, semua pemenuhan sandang, pangan dan papan dipenuhi oleh hasil alam mereka sendiri. Dari mulai padi menanam sendiri,sayur juga selain menanam dapat dari hutan,  baju menenun sendiri, sampa alat dapur memproduksi sendiri. Terutama untuk Baduy Dalam, kalau masyarakat Baduy Luar sudah terkontaminasi sama modernisasi, terlihat ibu-ibu yang sedang main hp walau[un tidak ada listrik, mungkin isi baterei HP harus kebawah dulu.

Sampailah kami di gerbang ‘Selamat Jalan’, kalau dari arah pergi kemarin tulisannya ‘Selamat Datang’, ingin rasanya terbang menuju tempat istrihat sementara, akhirnya sampai juga, terlihat Pak Ganden sedang ngaso diluar warung, didalam tiga dara malah sudah selesai makan siang, dengan menu ikan tongkol dan sayur asem.

Tos-tosan kami lakukan, semangat membara kembali hadir, saling bercerita pengalaman perjalanan tadi. Saya dan suami merayakannya dengan memilih teh panas dan mie instan dalam kemasan sebagai menu siang ini.

Perjalanan ke Baduy ada di daftar mimpi saya sejak SMA, selain karena nenek ada darah Banten dimana suku Baduy berdomisili, juga menarik akan kehidupan mereka yang masih menjaga adat dan tradisi mereka dari serbuan teknologi di era modern.

Ketika sahabatku Oktin berlabuh di Banten untuk suatu program terbersit untuk menjelajah Banten dan sekitarnya, tapi melihat kesibukan dia melebihi RI-1 jadi susah banget cari waktu yang tepat. Rencana perjalanan yang tercetus dari obrolan-obrolan biasa di group laman lini masa, akhirnya jadi juga kami berangkat. Oktin tetaplah Oktin, liburanpun masih disibukkan dengan pekerjaan.

Ada rombongan lain yang masuk dan siap menuju Baduy Dalam, hujanpun turun dengan derasnya, saya tidak bisa membayangkan dengan seksama, jalan yang akan mereka lalui ditengah hujan semoga hujan hanya disini, diatas sana tidak, karena kalau kemalaman dijalan akan melahirkan persoalan baru.

Setelah makan, bersih-bersih, beribadah, bersiap untuk pulang, Hanomanpun siap direcoki kami kembali dengan cerita tidak ada bab penghabisan, cerita lebih seru dari kemarin.  Sebelum perjalanan ini kemarin dimulai saya membaca beberapa artikel soal Baduy dan detail perjalanannya, yang pada intinya perjalanan di tempuh 3-4 jam dari titik awal tanpa ada yang menggambarkan seperti apa medannya. Menurut Mang Arji arah Baduy Dalam kemarin saat pergi itu sepanjang 12 km dengan medan terjal dan sangat bersahabat dengan namanya tantangan berbeda, pulannya 10km tapi tidak securam kemarin. Dirata-ratakan oleh kami pulang – pergi ditempuh dengan waktu yang sama 3,5 jam buat Pak Ganden dan tiga dara, rombongan kecil kami menghabiskan 4 jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun