Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Senandung Cinta Indonesia di Tanah Baduy

14 Februari 2016   14:56 Diperbarui: 15 Februari 2016   02:51 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semerbak masakan dari dapur tanpa sekat layaknya dapur-dapur modern di perumahan elit, yang membedakan disini dapur kotor dan dapur bersih jadi satu, jadi satu dengan ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur kami, kecuali ruang tidur keluarga Mang Aja yang ada pintu sendiri depan dapur.  Sepulang dari bersih-bersih Oktin langsung bergabung dengan Kang Lukman, Mang Arji, Mang Aja dan istri menjadi koki, sepertinya Oktin sedang memegang senjata pamungkas yaitu ulekan, terbayang sudah sambel pedas nan nikmat.

Ternyata Mbak Mala juga sudah pesan tukang pijat tapi perempuan tepatnya seorang ibu, katanya dukun beranak yang bisa memijat juga dan biasa profesi dukun beranak mempunyai beberapa keahlian lain selain membantu melahirkan yaitu memandikan bayi baru lahir, memijat ibu yang baru lahiran, memijat bayi juga, bahkan memimpin ritual upacara kehamilan dan kelahiran.

Kang Lukman terlihat keluar dari ring tinjunya lalu melintas pintu dan tidak lama pulang membawa hasil, setangkai daun pisang yang cukup panjang dan lebar, lalu diletakkan ditengah rumah, dilap, Kang Lukman melangkah ke dapur membawa nasi dan centongnya lalu membagi nasi diatas daun tadi bagian per bagian, lalu telur dadar disimpan disamping nasi, berikutnya ikan asin ditutup pete goreng dan sambal hasil keroyokan Oktin dll, lalu mama Ade mengeluarkan abon dan kering tempe yang boleh diambil sama yang berminat. Botram ini namanya, semua gatal ingin ambil gambar tapi harus menahan diri dan taat pada aturan yang berlaku, memang moment unik ini bisa jadi trending topic di media sosial tapi semua hanya bisa jadi bingkai cerita dalam rangkaian kata.

Yang tadinya makan sempat tidak jadi tujuan utama saat perjalanan yang sangat melelahkan, melihat sajian menu sederhana yang mengalahkan menu restoran mewah maupun sajian hotel bintang tujuh sekalipun. Kamipun mengkavling masing-masing bagian dan siap melahap tapi Ayi masih dipijat sama bapak tua tadi, Ayi mempersilahkan kami makan duluan, dan kamipun heboh makan dengan beralaskan daun sebagai pengganti piring, inilah arti kebersamaan. Dan ternyata masih ada sekuali mie instan, biasanya mie instan jadi magnet utama kalau sedang perjalanan, sekarang agak tersingkirkan, paduan nasi merah yang dicampur putih dengan ikan asin, telur dadar dan sambal yang pedasnya pas, meluber indah dalam mulut, maknyosss pemirsa. Kang Lukman menyediakan gundukan nasi terlalu banyak, jauh melebihi jumlah orang yang makan, dan menurut aturan Ayi lah yang harus menandaskan semuanya karena sebagai peserta terakhir. Sampailah Ayi mengisi perutnya dengan makanan yang superenak, sebagian dari kami jadi penonton, dan Ayi menyerah kalau harus menghabiskan semua makanan diatas daun, jadi sampai pada bab berbagi, termasuk mie instan, hanya Mbak Mala yang sempat mencicipi karena penasaran, yang katanya enak juga. Sebagian makanan dan mie dikasih ke Mang Sapri porter tadi yang rumahnya berbeda.

Filosofi telur menurut Balqis, kalau telur mata sapi itu menunjukan individualis, kalau telur dadar menunjukkan kebersamaan, sederhana tapi menohok. Tapi kalau menurut saya mie instan plus telur itu menunjukkan BRI (bubur kacang ijo, rok*k, Indomi*)nya orang Kuningan.

Ada yang menarik dari perabot di rumah mang Aja ini yaitu piring dan tempat minumnya, piringnya layaknya keramik Cina masa lampau, lebar, tebal dengan hiasan biru nan klasik, Mama Ade langsung gatal ingin membawanya biar bisa ditempel didinding rumah. Begitupun dengan tempat minumnya galon mini terbuat dari kaca tebal ada yang warna coklat dan warna biru. Sekali lagi, tidak bisa diambil gambar. Kalau untuk gelasnya dari potongan bambu dan ini membuat air panas awet walaupun udara dingin kami harus bersabar menunggu teh panasnya menjadi sedikit dingin begitupun dengan kopinya, karena kalau langsung diseruput bahaya buat bibir dan lidah bisa melepuh seperti yang dialami oleh Ayi.

Kembali ke tukang pijat, menurut Ayi bapak tua ini tukang pijat pofesional dan harganya langsung ditentukan, 100k sekali pijat, wow sama dengan refleksi di Jakarta, tapi sangat memuaskan, beda dengan ibu tadi membayarnya boleh seikhlasnya. Mbak Mala yang sudah selesai dipijat penasaran dengan pijatan bapak tua, saking penasarannya Mbak Mala kembali dipijat setelah Oktin ternyata dipijat juga setelah Ayi tadi, Oktin gila sudah makan langsung pijat, untung tidak apa-apa.

Makan malam sudah, diteruskan dengan ngobrol yang benar-benar ngobrol tanpa ada gangguan teknologi yang membuat masing-masing sibuk sendiri, karena tamu dari penduduk setempat tidak hadir jadi aja kita ngobrol dengan Mang Aja sekeluarga, termasuk Darmin yang terus digoda oleh tiga dara.  Kesempitan dunia memang terasa juga disini, Mang Aja kenal dengan Om nya Balqis, bahkan dengan rekan kerjanya Oktin, Ayi dan Kang Lukman, selain karena banyak yang melakukan penelitian disini, juga karena mereka yang pernah tinggal disini memberi alamat dan suatu hari nanti ada kunjungan balasan dari mereka. Kami harus bersiap, tiba-tiba ada mereka didepan pintu rumah kami masing-masing.  Mereka tidak mengenal baca tulis tapi kalau dikasih alamat pasti sampai, luar biasa pokoknya.

Urusan pijat memijat selesai kami terus ngobrol ngalor ngidul sambil cari posisi tempat rebahan yang pas, Pak Ganden dan mama Ade pindah kavling ke pojok. Balqis sudah mapan dipojok dekat pintu masuk, disebelahnya Mbak Mala, saya dan suami ada disebrang mereka, disamping saya ada Ayi dan dibelakang kepalanya ada Oktin.  Rebahan adalah pilihan istirahat terbaik, rebahan sambil ngobrol tepatnya, tapi sepertinya satu persatu matanya mulai berat, Pak Ganden nyeletuk belum jam sembilan, masih harus nunggu Dunia Dalam Berita, dan kamipun tertawa, jadi ingat masa itu, tontonan favorite tahun 80an.

Penerangan yang mengandalkan senter dan lilin yang kita bawa, jadi berasa remang-remang gimana gitu, ini namanya romantis asli. Bukan Pak Ganden kalau tidak mengeluarkan celetukan, tiba – tiba ada suara “kok mati lampunya lama banget” hahahaha.

Mang Aja dan istri yang bernama ibu Sani ini mempunyai 6 anak yaitu Kodo, Arni, Darman, Darma, Darmin, yang terakhir namanya Adik, kalau Adik punya adik lagi tidak tahu akan dikasih nama apa.  Di Cibeo ini terdapat 94 rumah, hanya Cibeo yang bisa diinapi oleh pengunjung, Baduy Dalam terdiri dari beberapa kampung yaitu Cikertawana dan Cikesik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun