Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Senandung Cinta Indonesia di Tanah Baduy

14 Februari 2016   14:56 Diperbarui: 15 Februari 2016   02:51 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disela-sela menuju peraduan satu persatu ke belakang, biar nanti tidurnya tidak terganggu, dan ini tidak berlaku untuk diri sendiri, karena sudah mengantuk jadi lebih memilih langsung tidur, akibatnya jam satu malam terasa ingin ke belakang, si cinta dibangunin malah suruh ditahan, baru jam 4 buat keributan lari kebelakang, eh ternyata Ayi juga sama nahan cuma nunggu teman. Dan menurut mereka saya dan suami paling cepat tidurnya dengan suara dengkuran yang mengganggu orang lain tapi bangunnya juga lebih cepat dan sangat menganggu juga, maafkan kita ya, maklum kompak, kalau kata Balqis sebelum reinkarnasi saya dan suami adik kakak, dan ini untuk kesekiankalinya orang-orang mengatakan kami berdua mirip.

Keramaian subuh itu berlanjut yang lainnya turut bangun karena waktu ibadah sholat shubuh sudah tiba, dan panggilan pagipun ikut berseru, jadi rombongan-rombongan kecilpun gantian kebelakang, jangan bayangkan ke belakang itu adalah MCK tapi ini langsung disungai yang mengalir dengan airnya yang sangat jernih, apa yang diributkan dari seminggu sebelum keberangkatan yaitu dilarangnya penggunaan pasta gigi. Karena tulisannya dilarang menggunakan pepsodent kita pikir colgate boleh.

Bab sabun mandi bisa diatasi dengan tidak mandi atau mandi dengan tumbukkan daun honje seperti yang Oktin lakukan, untuk bab pasta gigi ini yang tidak ada penyelesaian mutakhir, ada beberapa alternatif boleh gosok gigi tapi jigong dan pasta giginya ditelan sekalian atau sikat gigi tanpa pasta gigi, pokoknya ini akan jadi bahasan tidak akan terlupakan.

 Sebenarnya masih kerasan tinggal dirumah Mang Aja yang katanya peralatan perang dapurnya paling lengkap diseantero Cibeoa, tapi kita juga harus memikirkan kembali pulang, jangan sampai terlalu siang.  Pulang.....dengan medan yang berbeda, dengan kaki yang pegal, punggung yang berat, membutuhkan suntikan semangat dua kali lipat dibanding pergi.

Kang lukman tidak tidur bersama kami, sepertinya memilih tempat yang lebih sunyi dibanding disini yang baterenya tidak habis-habis dan perjalanan kembali ke Ciboleger membutuhkan stamina yang cukup, tapi pagi itu Kang Lukman sudah sibuk di dapur mempersiapkan sarapan, sarapan dengan menu nasional yaitu goreng nasi sisa semalam.

Pedagang souvenir dan madu kembali lalu lalang dipintu dan Mang Ajapun menjual beberapa gelang dan tas dari akar kayu. Ada pedagang souvenir bernama Mang Jali yang menyempatkan ngobrol, dia hapal betul daerah Ampera,Kemang, sency bahkan Central park, pernah menginap di Marbela dan makan makanan siap saji. Mereka bercerita tidak boleh naik alat transportasi kemanapun mereka pergi, hanya dengan jalan kaki mereka mencapai tujuan dan pulang kembali. Sampai Jakarta memerlukan 3 hari dengan jalan kaki.

Dipojokan Balqis dan Mbak Mala sudah sibuk dengan peralatan make up, ini jelajah alam tapi kalau soal poles memoles plus mempercantik diri memang tidak mengenal tempat, sebagian dari kami sibuk packing.

Setangkai daun pisang kembali tergelar, nasi goreng dibagikan bagian perbagian, kita kembali berkumpul di putaran daun pisang, menikmati sarapan yang sama nikmatnya saat makan malam tadi malam. Rasanya enggan meninggalkan kebersamaan ini,

Satu persatu barang sudah disusun oleh porter yang tidak lain adalah sang empunya rumah ditambah Mang Sapri dan Mang Arji, kita keluar dari rumah dan memakai alas kaki masing-masing, berat rasanya, sebelum kembali menempuh jalanan keren, kami diajak keliling dulu di perkampungan Cibeo, ditunjukkan mana alun-alunnya, yang hanya lahan luas ditengah – tengah kampung dan diarah tusuk satenya terdapat rumah Puun atau sesepuh kampung tersebut yang tidak semua orang bisa ketemu dengannya, kadang hanya hadir saat upacara kebesaran. Ada sekumpulan orang-orang yang sedang menikmati api unggun dipagi hari, salah satu diantaranya adalah Jaro yang kemarin ketemu dijalan, dan Jaro itu masih ingat sama kita, terutama Ayi yang minta digendong, kalau tidak bareng istri saya pasti di gendong sembari bercanda Jaro tersebut berseloroh. Ayi langsung salah tingkah. Jaro juga mengingatkan ada jembatan yang sedang diperbaiki.

Menurut berita yang kami dengar perjalanan pulang ini medannya tidak seekstrim kemarin, lebih landai katanya tapi kami tidak percaya karena disini penuh dengan PHP, karena pengertian datar, landai, tanjakan dan turunan beda semua. Jadi mari kita berdoa bersama agar dikuatkan dalam perjalanan walaupun mungkin tetap perlahan tapi pasti.

Dibuka dengan melintasi jembatan gantung yang berbeda dengan ketika masuk ke Cibeo, jalan dibawah pohon-pohon besar dengan aroma udara basah yang menyeruak, jejeran lumbung padi, dan dimulai dengan tanjakan curam nan tinggi dan panjang, jantung kembali diuji, setelah mengatur nafas sedemikian rupa, kita ketemu rumah ladang dan dataran yang agak panjang, terlihat Pak Ganden dan tiga dara sibuk berfoto ria, menurut Mang Sapri disitu sudah diperbolehkan alat elektronik, menurut Kang Lukman biasanya baru boleh setelah melewati sungai, yang penting izin dari Orang Baduy Dalam tapi mungkin juga para Baduy Dalam ini tidak kuat ingin narsis juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun