"Aku cerita tentang ibu boleh?" Tanyanya penuh harap.
"Ibu Aisyah. Ibu Farihah?"Â
"Ibu Ais, Bi." Ibu Ais adalah sebutan untuk ibuku. Sementara ibu Ihah adalah mertuaku. Kebetulan keduanya berstatus janda.
"Kenapa dengan ibu," kepo juga akhirnya.
"Tumben-tumbennya ibu memakai baju itu. Perasaan sudah beberapa tahun baju itu tidak dikenakan. Terakhir kan saat mbak Icha acara perpisahan pondok." Aku hanya termangu. Sambil mengingat momen itu.
"Sepertinya ya, Mi. Terus..."
"Tadi sempat tanya ke aku. Ditelepon mbak-mbak dan mas-mas tidak? Aku jawab tidak. Aku gak berani bohong, Bi."
"Lalu..."
"Kemudian beliau diam. Berlalu menuju teras. Duduk di kursi itu. Hampir dua jam ini, Bi."
"Astaghfirullah!" Kaget. Reaksi spontanku membuat Ania, isteriku, ikut kaget. Tangannya bergetar memegang tanganku.
"Maafkan aku, Bi. Aku tak berani untuk membujuk beliau untuk masuk. Khawatir beliau tersinggung. Tahu sendiri ibu kan?"Â