Mohon tunggu...
Nuzul Mboma
Nuzul Mboma Mohon Tunggu... Peternak - Warna warni kehidupan

Peternak ayam ketawa & penikmat kopi nigeria.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Stigma Tak Berujung

12 Juli 2020   16:41 Diperbarui: 12 Juli 2020   16:28 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pergunjingan pun tak berhenti berhembus dari mulut ke mulut warga di pinggiran kota.

Dalam satu mimpi panjang lelaki tua merasa bahwa rumah kontrakannya tiba-tiba di datangi debt collector, menagih cicilan motor yang tertunggak lima bulan lantas menyeretnya keluar rumah. Mendengar caci makian dari pemilik rumah yang datang menagih uang sewa kontrakan atau melihat buaya dan ular sawahnya mati dibakar orang dalam kandang.

Ia salah satu dari ratusan tapol yang dibebaskan dari tanah pengasingan Moncongloe. Mengadopsi anaknya kembali dari tangan Abbas, saudaranya di Galesong dan memulai kembali menata hidup di Makassar. Pengepul kerang di pantai, buruh pelabuhan dan terakhir berprofesi sebagai tukang rombeng. Namun, semua ia tinggalkan karena berbagai persoalan.

Berkat bantuan pinjaman modal dari saudara. Lelaki Tua memutuskan berjualan obat perontok bulu, ilmu meracik herbal yang ia peroleh selama di kamp pengasingan. Berkeliling di berbagai tempat di lokasi strategis atau pada akhir pekan berlabuh di alun-alun Karebosi. Berjualan tepat di bawah pohon besar beringin tua. Di kanan-kiri dipenuhi pedagang es gerobak, para sopir angkot yang melepas penat bermain catur, atau penjual jalangkote yang menunggu dikerubungi pengunjung yang lapar.

Jika dilihat dari kejauhan pohon beringin itu sangat asri dan berusia ratusan tahun. Penuh dengan cerita mistik dan konon katanya jangan sekali-kali mencoba menebang pohon itu kalau tak ingin mati mendadak !

Lelaki Tua mengemas obatnya dalam kemasan botol kecil dan memajang diatas tikar berukuran 2 x 3. Jika keramaian mulai terlihat, ia membuka peti dari kain hitam. Berisi dua reptil. Dan mulai berakrobat memasukkan tangannya ke dalam mulut buaya atau sebaliknya, mengambil ular sawah seukuran kaki lelaki dewasa lalu melilitkan di lehernya sebagai daya tarik pengunjung untuk mendekat. Buaya dan ularnya seakan-akan paham atas perintah tuannya.

Ketika pengunjung mulai berdatangan di sekelilingnya ia ucapkan kata pembuka:

"Mari, sini, jangan sungkan. Kalau anda ingin bulu yang tumbuh di kaki, diatas bibir atau bulu dalam celana anda rontok. Belilah ramuan obatku. Manjur. Tentu saja murah. Hanya empat ratus rupiah." ujarnya bersemangat.

Para pengunjung awalnya tak langsung percaya tapi tertarik membeli setelah melihat si Lelaki Tua membuktikan apa yang dia ucapkan. Ia mengambil sebilah kapas yang telah dicelup kedalam botol berisi cairan obat seraya menunjuk seorang pemuda untuk maju ke depan.

"Apa obat itu mujarab Pak Tua, tak berefek samping kah?" kata pemuda itu sembari melihat salah satu kakinya yang basah setelah diolesi kapas bercampur ramuan obat cair.

"Tenanglah nak. Ramuan ini bukan sembarang obat," katanya meyakinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun