Tiba-tiba harap itu datang. Asa ingin hidup bersamanya menyusun gejolak yang pernah terpecah karena perpisahan kami. Mengkhayal bisa merangkai masa indah ala kami yang pernah terlewati. Membayangkan hidup bersamanya yang akan penuh romansa.
Dua bulan kami saling berbalas pesan. Dia selalu mengabariku di tengah perjalanan dinasnya. Memberikan aku gambar-gambar indah berupa pemandangan gunung api dan hamparan padang rumput yang tak pernah kudatangi. Kabut yang menyelimuti puncak gunung dan gambar dirinya yang tengah bertugas. Sesekali di malam hari ia mengirimkan sebuah foto lahar yang menyala terang tersembur dari puncak gunung api.
Tak jarang dia bercerita tentang suasana alam di sekitarnya. Tentang tubuhnya yang ketika bertugas sering diserang pacet---serangga pengisap darah yang banyak ditemukan di daerah gunung. Lain hari ia bercerita tentang panasnya suhu di sekitar tanah bencana. Sesekali ia berkisah tentang suasana seram ketika berjaga malam hari.
Aku bahagia bisa melihat dan menyimak ceritanya. Gaya bahasanya masih sama. Hal itu yang membuatku terpesona. Seolah aku tengah diajaknya berjalan-jalan mengikuti aktivitasnya. Apalagi aku jarang sekali melihat dunia luar.Â
Aktivitasku hanya seputar antar-jemput anak, dapur, dan kantor, tempatku mencari nafkah sendirian. Sesekali berjalan-jalan ke dalam tembok kedap suara bernama 'mall' bersama sang putra semata wayang. Aku bahagia sekali mendapat cerita tentang alam meskipun hanya lewat sebuah cerita dan gambar. Tak jarang dia juga mengirimkan aku sebuah video yang berisi perjalanannya menapaki batu-batu besar di sekitar kawah dengan lincah dan gagah. Sungguh, buatku itu mengagumkan.
Hingga suatu hari, sebuah berita tentang pelakor di media sosial mencuat. Satu pihak memberitakan seorang lelaki berselingkuh dengan perempuan berjilbab. Pihak lain menggencarkan kabar bahwa perempuan berjilbab merebut suami orang. Kedua berita itu benar, tetapi aku tak paham siapa yang salah? Yang pasti, hujatan diberikan dominan kepada seorang perempuan. Entah siapa yang tergoda dan digoda? Nyatanya hanya perempuan itu yang dirundung oleh komentar pedas netizen di media sosial. Lalu bagaimana aku? Apalagi statusku adalah seorang janda yang kerap dipandang sebelah mata.
Aku termenung memikirkan kelakukanku akhir-akhir ini. Asyik berbalas pesan dengan lelaki yang berstatus suami orang lain. Saling bertukar emot bergambar hati atau mengungkapkan kata rindu. Apakah aku juga disebut pelakor? Sebuah kata menyeramkan yang viral pada zaman itu ketika teknologi mulai berkembang.
Sebenarnya apa yang kuharapkan? Aku memang sendirian, tetapi apakah berbalas pesan dengan suami orang pantas kulakukan? Meskipun kami tidak pernah mengadakan pertemuan, setidaknya kami memiliki rencana itu. Aku tahu itu salah.
Lalu kubayangkan bagaimana jika istrinya tahu tentang kelakuan kami? Apakah aku akan dicap 'pelakor' dan mendapat rundungan seperti mereka? Apakah aku kuat dengan hukuman sosial yang akan kualami?
Allh ... seharusnya bukan itu yang kutakutkan. Seharusnya aku takut pada-Nya. Seharusnya aku takut azab-Nya. Memuja laki-laki dan mencandai orang yang bukan halalku. Meskipun kami hanya berbalas pesan, tidak berlanjut bertemu atau kirim foto. Setidaknya aku sudah melakukan dosa yang paling dibenci-Nya.
Bisikan lain menggodaku. Aku benci sendirian! Aku juga ingin memiliki seseorang yang bisa kuajak berbagi cerita. Namun, apakah jalanku benar?