***
Setelah ibuk dikebumikan, aku pulang ke rumah. Berkemas barang untuk minggat selamanya.
"Nak-" Tangan bapak memegangku, berusaha menyegat.
"Berhenti menghalangiku! Aku akan pergi!" Ucapku dengan nada tinggi, sambil menyingkirkan tangannya dari pundakku.
"Tidak ada yang perlu dibahas lagi! Semua sudah jelas." Tegasku. "Bapak memang tidak punya hati. Teganya kau membiarkan ibuk sakit, meninggalkannya sendiri. Tak ada rasa peduli sedikitpun.
"Bapak tahu sendiri kan? Dulu aku pernah menegaskan. Kalo seandainya ibuk kenapa-napa, jangan berharap kita bersua lagi. Aku tidak bohong. Dan sekarang lah saatnya." Tegasku lagi.
Tangannya kembali menarikku, mencegahku untuk pergi. Matanya berkaca-kaca. Tapi aku mendorongnya, hingga tersungkur. Tidak peduli.
"Nak.. Nak.." Suaranya lirih terdengar.
BRAK!
Tapi gebrakan pintu terdengar lebih dulu.
Aku bergegas pergi. Kembali ke rumah nenek.
***