Saya pun berhasil mewawancarai Pak Olly dengan tema obrolan pencapaian Prov. Sulut dalam 8 tahun terakhir di bawah kepemimpinan Gubernur Olly dan Wagub Steven dan arah dukungan Pak Olly yang kurang dari 100 hari lagi akan melepaskan jabatan sebagai Gubernur Sulut setelah dua periode menjabat bersama Wagub Steven sebagai wakilnya.
Secara prinsip, dalam wawancara tersebut, Pak Olly mendukung Wagub Steven dalam pencalonan tahun ini yang berpasangan dengan Pak Denny Tuedjeh. Hasil wawancara lengkap sudah saya tulisan dalam artikel yang berujdul "Kepala yang Sakit, Pinggang yang Disuntik".Â
Memasuki hari ketiga keberadaan saya di Manado, saya manfaatkan untuk kembali ngobrol dengan Pak Olly. Kali ini sedikit berbeda suasana karena obrolan dilakukan di pagi hari sekitar pukul 07.00 sembari keliling kebun dan mengupas daging kelapa (kopra) di perkebunan di rumah pribadinya di Kolongan, Minahasa Utara.
Hampir setiap pagi, sebelum beraktivitas, Pak Olly memiliki kebiasaan berkeliling kebun dan mengupas kopra di kebunnya yang sangat luas yang areanya lebih besar dibandingkan dengan komplek olahraga Gelora Bung Karno di Jakarta seperti yang dikatakan salah satu staf gubernur.
Selain terdapat perkebunan kelapa, di area ini juga terdapat sekelompok rusa, sapi hingga beberapa ekor kuda poni yang didatangkan langsung dari Belanda.
Saat berkeliling, kami diajak untuk melihat perkebunan Vanili dan kolam mata air yang berada di area perkebunan tersebut sebelum kami singgah di sebuah rumah kecil yang berisikan kelapa yang sudah dikeringkan.
Di tempat itulah, kami ngobrol banyak soal potensi hortikultura atau hasil perkebunan di Provinsi Sulut. Kopra, cengkeh dan pala adalah komoditas yang paling banyak di Sulut ini. Bahkan, di wilayah Minahasa Utara sejak sepuluh tahun terakhir ramai dengan aktivitas penambangan emas.Â
Beberapa perusahaan tambang emas hingga warga memanfaatkan potensi alam ini dengan caranya masing-masing.
Namun, bagi Pak Olly sendiri, "emas" kelapa atau kopra yang menjadi komoditas terbesar di Sulut lebih berharga karena dapat diwariskan untuk anak cucu.
"Lebih bagus "emas" kelapa dibandingkan emas di bawah tanah ini, karena bisa kita wariskan untuk anak-cucu, sementara penambangan ini merusak," katanya sembari mengupas daging kelapa yang sudah diasap sela 2 hari tersebut.
Cerita potensi hasil alam di Sulut ini sudah saya dokumentasikan sebelumnya di Kompasiana dengan judul "Kopra, Emas dan Warisan untuk Anak Cucu".