Saat ini, dalam memilih pangan, konsumen tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan, atau memberi kenikmatan dengan rasanya yang lezat serta penampilan menarik, namun, juga mempertimbangkan potensi aktivitas fisiologis komponen yang dikandungnya. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin tinggi, seiring dengan peningkatan pengetahuan dan kemajuan teknologi pangan. Peningkatan prevalensi penyakit pada beberapa dekade terakhir, telah mendorong perubahan sikap masyarakat, yaitu cenderung mencegah penyakit dan berusaha menjalani hidup sehat. Oleh sebab itu pangan fungsional menjadi lebih disukai dibandingkan dengan obat-obatan, karena efek psikologis yang menyehatkan tanpa mengonsumsi obat serta risiko efek samping yang jauh lebih rendah (Muchtadi, 2004).
Peran Ubi jalar dalam Kesehatan
Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pangan yang mempunyai keunggulan sifat fungsional, karena berbagai komponen yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu. Serat pangan mempunyai peran penting bagi kesehatan manusia. Serat dapat membantu mencegah berbagai penyakit, khususnya yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Berdasarkan berbagai penelitian, konsumsi serat orang Indonesia pada umumnya masih di bawah rata-rata. Aneka umbi, terutama ubi jalar merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat yang kaya akan serat pangan. Hasil penelitian Herawati dan Widowati (2009) menunjukkan bahwa tepung ubi jalar mengandung serat pangan sekitar 20 persen.
Â
PENUTUP
Ubi jalar sebagai sumber karbohidrat yang berasal dari umbi-umbian mempunyai keunggulan dibanding umbi lain, terutama kandungan gizi yang tinggi, citarasa yang variatif, dan masa layak konsumsi lebih lama dibandingkan jenis umbi lain, dengan kata lain lebih awet. Ubi jalar mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan, antara lain kandungan *-karoten atau pro-vitamin A pada ubi jalar yang mempunyai daging berwarna kuning hingga jingga dan antosianin pada ubi jalar ungu. Ubi jalar secara umum mempunyai nilai indeks glikemik yang relatif rendah dibandingkan dengan beras, sehingga sesuai untuk pengelolaan makanan bagi penderita diabetes melitus. Kandungan oligosakarida dan serat pangan pada ubi jalar juga  berperan untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional.
Produktivitas ubi jalar yang tinggi (20-40 ton/ha) dan umur panen pendek (4-5 bulan), serta perawatan tanaman yang tidak rumit menjadi satu pertimbangan dalam pengembangan tanaman sumber karbohidrat ini. Warna daging umbi yang beragam berpotensi untuk penganekaragaman produk pangan, dengan memanfaatkan warna tersebut sebagai pewarna alam. Aneka produk dapat diolah dari ubi jalar segar, tepung maupun pati. Berdasar kandungan zat gizi dan sifat fungsional serta peluang pemanfaatannya, ubi jalar mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dalam upaya penganekaragaman konsumsi pangan dan untuk meningkatkan ketahanan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Z.H., 2014. Aneka tepung berbasis bahan baku lokal sebagai sumber pangan fungsional dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk pangan lokal. Jurnal Pangan, 23(1), pp.93-107.
Djaafar, T.F., Wiryatmi, Rahayu, S., Maryati, Kaliki, R. dan Amin, A. 2000. Deversifikasi Pangan non Beras Untuk Pengembangan Pangan Lokal. Laporan Hasil Kegiatan Pengkajian Tahun 2000. Instansi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Yogyakarta.
Budijono, A., Yuniarti, Suhardi, Suharjo, dan Istuti, W. 2010. Kajian pengembangan agroindustri aneka tepung di pedesaan. Bulletin Agroindustri Indonesia. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â