Generasi Z atau (Gen Z), yang umumnya lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, cenderung mudah mengalami overthinking (berpikir berlebihan) karena beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi sosial, teknologi, dan tekanan kehidupan modern. Beberapa alasan utama meliputi:
      Tekanan Media Sosial: Gen Z tumbuh dalam era digital dengan paparan yang sangat tinggi terhadap media sosial. Platform-platform ini sering menampilkan kehidupan yang "sempurna", memicu perbandingan yang berlebihan dan rasa tidak percaya diri. Gen Z juga merasa lebih mudah khawatir akan persepsi orang lain karena interaksi yang terus-menerus di ruang publik virtual.
      Informasi Berlebihan (Information Overload): Dengan akses yang mudah ke informasi dari berbagai sumber, Gen Z sering kali terpapar berita dan informasi dalam jumlah besar, termasuk berita negatif. Ini dapat menyebabkan kecemasan dan kekhawatiran tentang berbagai isu yang terjadi di dunia, mulai dari perubahan iklim hingga isu sosial dan politik.
      Tekanan Prestasi: Tumbuh di dunia yang semakin kompetitif, Gen Z sering merasa tekanan besar untuk sukses baik di bidang akademik maupun karier. Tekanan untuk mencapai standar tertentu, terutama yang dipamerkan di media sosial, bisa membuat mereka merenungkan keputusan mereka secara berlebihan.
      Kurangnya Ruang Pribadi: Kehidupan yang terhubung secara digital sering kali mengurangi waktu bagi mereka untuk benar-benar "off", bahkan ketika mereka ingin beristirahat. Tekanan untuk selalu "on" dalam lingkaran sosial mereka bisa membuat mereka merasa cemas dan tertekan, karena tidak ada waktu untuk refleksi pribadi yang sehat.
      Tingkat Kesadaran yang Tinggi: Gen Z umumnya sangat sadar akan isu-isu global, sosial, dan politik. Meskipun ini positif, kesadaran ini juga bisa menambah kecemasan, terutama karena mereka mungkin merasa tidak memiliki kendali atau cara untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap solusi masalah-masalah besar ini.
      Stigma Kesehatan Mental yang Berkurang: Generasi ini lebih terbuka tentang kesehatan mental dibandingkan generasi sebelumnya, sehingga mereka lebih mungkin mengenali dan menyadari tanda-tanda kecemasan atau depresi. Namun, kesadaran ini juga bisa menyebabkan mereka lebih waspada terhadap gejala-gejala yang muncul, kadang-kadang berujung pada overthinking.
Kombinasi dari semua faktor ini membuat Gen Z lebih rentan terhadap overthinking dibandingkan generasi sebelumnya.
Dampak dari Overthinking terhadap kondisi fisikÂ
      Overthinking tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental, tetapi juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada kesehatan fisik. Ketika seseorang terlalu banyak berpikir secara berlebihan, tubuh merespons dengan cara yang dapat mengganggu fungsi fisik normal. Beberapa dampak fisik yang bisa muncul akibat overthinking antara lain:
1. Stres Berlebihan
      Pikiran yang terus-menerus menganalisis atau khawatir tentang sesuatu bisa memicu stres. Stres kronis dapat menyebabkan berbagai masalah fisik, termasuk:
- Sakit kepala: Stres yang berkepanjangan sering menyebabkan sakit kepala, terutama tipe tegang.
- Nyeri otot: Stres juga bisa menyebabkan otot-otot tegang, yang dapat berujung pada nyeri punggung atau leher.
- Kelelahan kronis: Overthinking membuat tubuh merasa lelah secara fisik karena pikiran yang terus aktif tanpa henti.
2. Gangguan Tidur (Insomnia)
      Orang yang mengalami overthinking cenderung sulit tidur karena otaknya terus berputar memikirkan banyak hal. Insomnia atau sulit tidur dapat menyebabkan rasa lelah yang berlebihan di siang hari, menurunkan produktivitas, dan mempengaruhi suasana hati.
3. Gangguan Pencernaan
     Pikiran yang berlebihan sering dikaitkan dengan masalah pencernaan, seperti sakit perut, diare, atau sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel Syndrome). Ini disebabkan oleh hubungan erat antara otak dan saluran pencernaan (gut-brain axis), di mana stres dan kecemasan dapat mempengaruhi fungsi sistem pencernaan.
4. Sistem Kekebalan Tubuh Melemah
     Stres kronis akibat overthinking dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi seperti flu, pilek, atau penyakit lainnya. Ketika tubuh dalam kondisi stres berkepanjangan, produksi hormon stres seperti kortisol dapat menghambat kemampuan tubuh untuk melawan penyakit.
5. Masalah Jantung
      Stres yang terus-menerus juga bisa meningkatkan tekanan darah, mempercepat detak jantung, dan berkontribusi pada masalah jantung. Dalam jangka panjang, orang yang overthinking rentan terhadap risiko penyakit jantung, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan bahkan serangan jantung.
6. Gangguan Pernapasan
      Overthinking yang menyebabkan kecemasan atau serangan panik bisa mempengaruhi pola pernapasan. Seseorang mungkin mulai bernapas lebih cepat atau dangkal, yang disebut hyperventilation. Ini bisa menyebabkan pusing, kesulitan bernapas, atau bahkan rasa sesak di dada.
7. Perubahan Berat Badan
      Stres akibat overthinking dapat menyebabkan perubahan nafsu makan. Beberapa orang mungkin kehilangan nafsu makan dan berat badan mereka turun, sementara yang lain mungkin mencari kenyamanan dalam makanan dan mengalami kenaikan berat badan yang signifikan, terutama karena kecenderungan untuk makan-makanan yang tidak sehat.
8. Kulit Bermasalah
      Stres kronis dapat memperburuk kondisi kulit seperti jerawat, eksim, atau psoriasis. Overthinking dapat memicu flare-up kondisi kulit tersebut, karena hormon stres mempengaruhi keseimbangan hormon tubuh yang berdampak pada kesehatan kulit.
9. Peningkatan Risiko Ketegangan Otak
      Pikiran yang berlebihan dapat menyebabkan ketegangan otak yang berujung pada gangguan kognitif seperti sulit berkonsentrasi, masalah ingatan, atau kebingungan mental. Ini sering kali disertai dengan perasaan lelah mental yang ekstrem.
10. Dampak pada Sistem Reproduksi
      Pada beberapa kasus, overthinking yang mengarah pada stres kronis juga dapat mempengaruhi sistem reproduksi. Stres bisa mengganggu siklus menstruasi pada perempuan, sementara pada laki-laki, stres kronis dapat mempengaruhi libido dan fungsi seksual.
      Secara keseluruhan, overthinking dapat menyebabkan serangkaian gangguan fisik yang serius jika tidak dikelola dengan baik. Penting untuk menyadari bahwa menjaga kesehatan mental melalui cara-cara seperti relaksasi, olahraga, dan mencari dukungan sosial juga dapat membantu melindungi kesehatan fisik.
Tips yang bisa dilakukan Gen Z agar tidak mudah OverthinkingÂ
     Untuk mengurangi kecenderungan overthinking, Gen Z bisa mencoba beberapa tips yang sederhana namun efektif dalam menjaga kesehatan mental dan mengelola stres. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dilakukan:
1. Batasi Waktu di Media Sosial
     Media sosial sering kali menjadi sumber perbandingan yang tidak sehat. Batasi waktu yang dihabiskan untuk scrolling dan coba kurangi eksposur terhadap konten yang memicu kecemasan atau perasaan tidak cukup baik. Gunakan fitur seperti screen time atau digital well-being untuk mengontrol penggunaan perangkat.
2. Latih Mindfulness dan Meditasi
     Melatih kesadaran penuh (mindfulness) dapat membantu mengurangi overthinking. Meditasi adalah cara yang efektif untuk mengarahkan perhatian pada momen sekarang dan mengurangi pikiran yang berlebihan. Bahkan hanya beberapa menit per hari bisa membawa perubahan signifikan dalam cara mengelola pikiran.
3. Tulis Pikiran di Jurnal
     Menulis pikiran di jurnal adalah cara baik untuk menyalurkan kekhawatiran dan perasaan yang membebani. Menuliskan pikiran juga dapat membantu memperjelas masalah dan membuatnya lebih mudah diatasi. Ini membantu melepaskan pikiran dari kepala dan membebaskan ruang mental.
4. Fokus pada Apa yang Bisa Dikontrol
     Overthinking sering kali disebabkan oleh kekhawatiran tentang hal-hal di luar kendali. Fokus pada tindakan atau keputusan yang dapat diambil alih alih mengkhawatirkan hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Buat daftar hal-hal yang dapat diubah dan fokus untuk menyelesaikannya secara bertahap.
5. Tetapkan Batasan Waktu untuk Merenung
     Tetapkan waktu khusus untuk merenung, misalnya 15-20 menit per hari. Setelah waktu tersebut, coba alihkan perhatian ke aktivitas lain yang positif dan produktif. Dengan memberi batas waktu, pikiran berlebihan bisa diatur lebih baik.
6. Latihan Fisik dan Aktivitas Rutin
     Berolahraga secara teratur bisa membantu mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati. Aktivitas fisik seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berenang membantu melepaskan endorfin, yang dapat meredakan kecemasan dan pikiran berlebihan.
7. Cari Dukungan Sosial
     Berbagi pikiran dan perasaan dengan orang terdekat, seperti keluarga atau teman, dapat membantu meringankan beban mental. Terkadang, mendiskusikan masalah dengan orang lain memberi perspektif baru yang dapat meredakan overthinking.
8. Kelola Ekspektasi dan Standar Pribadi
      Gen Z sering kali merasa tekanan untuk mencapai standar yang tinggi. Realistiskan ekspektasi diri sendiri dan ingat bahwa tidak ada yang sempurna. Fokus pada kemajuan, bukan kesempurnaan.
9. Praktekkan Rasa Syukur (Gratitude)
      Melatih diri untuk fokus pada hal-hal positif yang sudah dimiliki dalam hidup dapat membantu mengurangi kecemasan. Setiap hari, luangkan waktu untuk memikirkan atau menuliskan hal-hal yang disyukuri. Ini membantu menjaga perspektif positif.
10. Terbuka untuk Terapi atau Konseling
      Jika overthinking sudah mulai mengganggu kehidupan sehari-hari, mencari bantuan profesional melalui terapi atau konseling adalah langkah yang sangat bijak. Terapi kognitif-perilaku (CBT) sering kali efektif dalam membantu individu mengatasi overthinking.
Kiat-kiat mengurai Overthinking dalam IslamÂ
      Dalam Islam, ada berbagai ajaran dan praktik spiritual yang dapat membantu mengatasi overthinking atau pikiran berlebihan. Islam mendorong ketenangan hati dan pikiran melalui pendekatan yang mencakup ibadah, refleksi, dan pemahaman akan takdir Allah. Berikut beberapa tips Islami untuk mengurai overthinking:
1. Tawakkul (Berserah Diri kepada Allah)
      Islam mengajarkan umatnya untuk berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha. Ketika seseorang sudah berusaha sebaik mungkin, menyerahkan hasilnya kepada Allah membantu mengurangi kecemasan berlebihan tentang masa depan. Allah berfirman:
"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)" (QS. At-Talaq: 3).
      Latihlah keyakinan bahwa Allah sudah mengatur segala sesuatu dengan bijaksana, dan apa pun hasilnya, itulah yang terbaik menurut-Nya.
2. Perbanyak Dzikir dan Istighfar
      Dzikir (mengingat Allah) adalah cara yang sangat efektif untuk menenangkan hati. Dengan terus mengingat Allah, hati menjadi lebih tenang dan pikiran berlebihan bisa berkurang. Allah berfirman:
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram" (QS. Ar-Ra'd: 28).
      Ucapkan dzikir sederhana seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, atau Laa ilaaha illallah setiap kali merasa pikiran mulai mengganggu. Istighfar juga dapat membersihkan hati dari beban pikiran.
3. Shalat dan Doa
      Shalat adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melepaskan beban pikiran. Shalat dengan penuh khusyuk bisa membantu meredakan pikiran yang berlebihan. Setelah shalat, perbanyak doa memohon ketenangan dan kebijaksanaan dalam menghadapi masalah. Salah satu doa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW untuk mengatasi kecemasan adalah:
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesedihan dan kecemasan, dari kelemahan dan kemalasan, dari kebakhilan dan ketakutan, dan dari tekanan utang serta dominasi manusia."
4. Berbaik Sangka (Husnuzan) kepada Allah
      Overthinking sering kali muncul karena rasa cemas terhadap masa depan atau kekhawatiran terhadap hasil yang tidak diinginkan. Dalam Islam, penting untuk selalu berbaik sangka kepada Allah (husnuzan). Percaya bahwa Allah mengatur segala sesuatu dengan penuh hikmah dan kebaikan bagi hamba-Nya. Hadis Rasulullah SAW menyatakan:
"Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku" (HR. Bukhari).
Mengembangkan sikap ini bisa membantu mengurangi kecemasan tentang hal-hal yang belum terjadi.
5. Mengelola Waktu dengan Baik
      Islam menganjurkan umatnya untuk tidak menunda pekerjaan. Penundaan sering kali menjadi pemicu overthinking karena pikiran terus-menerus memikirkan pekerjaan yang belum selesai. Manajemen waktu yang baik, dengan disiplin dalam menjalankan tugas-tugas, membantu menjaga fokus dan mengurangi beban pikiran yang tak perlu.
6. Beramal Shalih dan Bersedekah
       Salah satu cara untuk meredakan kecemasan adalah dengan beramal shalih dan bersedekah. Tindakan kebaikan tidak hanya membuat hati tenang, tetapi juga mendatangkan rahmat dan bantuan dari Allah. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api" (HR. At-Tirmidzi).
Berbuat baik kepada orang lain juga bisa mengalihkan fokus dari pikiran berlebihan yang biasanya berkutat pada diri sendiri.
7. Memahami Takdir (Qadar)
       Dalam Islam, ada keyakinan bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Allah melalui takdir-Nya (qadar). Pikiran berlebihan sering muncul dari kekhawatiran tentang hal-hal di luar kendali. Keyakinan kepada takdir membantu menerima kenyataan bahwa apa pun yang terjadi, itu sudah dalam perencanaan Allah dan memiliki tujuan tertentu. Allah berfirman:
"Katakanlah: Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal" (QS. At-Taubah: 51).
8. Memperbanyak Membaca Al-Qur'an
       Al-Qur'an adalah sumber ketenangan hati dan pikiran. Membaca dan memahami makna dari ayat-ayat suci dapat membawa kedamaian batin. Surah-surah seperti Al-Fatihah, Al-Baqarah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas sering dianjurkan untuk dibaca ketika merasa cemas atau khawatir.
       Dengan menerapkan ajaran-ajaran Islam ini secara konsisten, Gen Z dapat mengurangi overthinking dan menjalani hidup dengan lebih tenang, penuh keimanan, serta tawakkul kepada Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H