Semua ada aturan mainnya. Ketika pembayaran gaji berlangsung, saya hanya gigit jari. Salah sendiri. Guru seangkatan saya mulai masuk dan melapor awal April. Sedangkan saya tanggal 1 Mei masih di Riau ikut suami. Dasar buta informasi. Senior dan yunior sama-sama bloon.
Meskipun terlambat hak saya 3 bulan tetap dibayar. Tetapi disunat sana-sini. Gaji Maret boleh dikatakan minus. Saya tak berdaya mau berbuat apa. Terima saja apa adanya. Melihat lembaran lima ribuan saja lutut saya bergoyang dangdut. He ... he ....
Habis gajian, saya beli beras, sarden, minyak goreng, minyak tanah untuk lampu, dan kebutuhan harian lainnya. Tak lupa supermi makanan termewah sedunia.
Belum genap dua minggu, uang sudah ludes. Saya sedih lagi. Kepada siapa harus mengadu. Orangtua jauh , sanak keluarga tiada. Suami berdomisili di luar provinsi. Minta dikirimi? Kantor pos adanya di kota kabupaten. Dua minggu wessel pos belum tentu sampai.
Untungnya saya punya ibu baru yang baik. Awal berkenalan spontan saya memanggilnya Emak. Seorang janda tua. Beliau tinggal bersama anak perempuannya yang saya sapa "Uni" (Mbak), single parrent muda beranak dua, (kelas 1 SMP dan 5 SD, dua-duanya cowok).
Kondisi ekonominya tentu tergambar jelas. Kepada keluarga inilah saya numpang makan menjelang gajian bulan depan. Paling-paling kontribusi saya ikut ke kebun memetik sayur, mengangkat kayu bakar, dan memasak ketika Emak dan Uni ke sawah.
Saya benar-benar tak enak. Jangankan bayar kontrakan, menambah beban pemilik rumah pula. Tetapi, sedikit pun tak tergambar ketidakikhlasan di wajah mereka. Kondisi ini berlangsung selama 3 bulan.
Habis gajian, saya beli beras, sarden, minyak goreng, minyak tanah untuk lampu, dan kebutuhan harian lainnya. Tak lupa supermi makanan termewah sedunia.
Selain orangtua kandung, saat itulah pertama saya bertemu manusia terbaik sejagat. Saya tak mau menyebut dan menganggapnya ibu kost. Sebab kebaikan mereka tak pantas saya bayar dengan apapun.
Dua kebaikan khusus yang tak mungkin terhapus di benak saya:
Pertama, saat saya pindah tempat tinggal ke lain desa, Emak dan Uni membekali saya dengan perlengkapan semampunya. Sebuah bantal, selembar tikar, lampu minyak, dan beberapa perabot dapur yang saya belum mampu membelinya.