Kontan saja, belum tuntas seluruh berita kubaca, isi perutku bergejolak. Kepalaku pening memikirkan berita itu.
Buru-buru aku ke kamar mandi. Dua kali muntah. Cairan kuning kecoklatan jamu yang baru kuminum tumpah semua. Hanya itu. Karena aku biasa minum jamu sebelum sarapan.Â
Saat gejolak pertama reda, ketika kembali melihat foto potongan tubuh bayi malang tersebut di halaman depan koran, kembali imajinasi dan pikiran berlebihan menyiksaku. Terpaksalah tempat sampah mungil di kamarku jadi pelampiasan. Rasanya kosong sudah isi perutku pagi itu.
Orang tersayangku juga hanya tersenyum manis saat aku ceritakan berita itu kepadanya pada sore harinya.Â
"Jangan gitulah, Bang," ujarnya santai.Â
"Eh, bayi itu tadi dimakannya gimana? Emang enak ya?" ledeknya dengan mimik lucunya yang khas.
Oh, my God!Â
Aku melotot. Mendadak perutku mual kembali.Â
Ia pun tertawa terbahak-bahak, sukses membuatku 'menderita'.Â
Aku merengut. Memang sih si yayang ini pembawaannya cuek dan rada tomboy, tapi mbok ya empati gitu lho!
Atau aku yang terlalu lewah pikir?Â