Dingin malam menggigit. Angin mendesir menambah dingin. Semakin lama perutku semakin terasa lapar. Aksi gocekan bola pemain-pemain bintang di lapangan hijau pun jadi kurang nikmat. Dalam kondisi seperti ini sesuatu yang hangat-hangat nikmat patut tersedia.
Hanya satu pilihan makanan bagi para pecandu sepak bola saat malam buta, sesuatu yang praktis dan cepat: Mi instan.
Uuh, tidak ada sepotong pun mi tersisa. Rasanya aku sudah membeli sepuluh bungkus mi instan. Kemana ya? Aku hanya seorang diri di kamar indekost ini. Tak mungkin ada jin yang doyan mi.
Aku tepuk dahi ini. Sudah lupakah kamu berapa kali kamu nonton bola malam-malam?
Aku tak pernah lalai menyantap mi instan sewaktu menonton pertandingan bola pada malam hari.
Walhasil, terpaksalah aku keluar membeli mi instan di warung Ucok. Sekarang jam dua belas lewat tujuh menit. Biasanya Ucok masih melek.
Dugaanku benar. Pintu warung mi (warmindo) Ucok masih terbuka, tapi lampu bohlamnya tidak menyala. Ucok setengah menguap menyambutku.
"Ngantuk, Cok?"
"Iyalah, belum tidur, Lae?"
Aku tersenyum. Ucok paham dia tahu betul aku pecandu sepak bola.