Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setop Bergosip, Mari Berdiskusi

16 Maret 2021   01:55 Diperbarui: 16 Maret 2021   02:06 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: brainyquote.com

"Kau tahu kenapa engkau masuk neraka?" tanya Malaikat kepada Pemuka Agama.

"Tidak. Justru itu saya protes. Setiap hari saya berkhotbah mengajak orang ke jalan kebaikan. Kenapa malah saya yang masuk neraka? Bukan si pencuri tengik yang keberadaannya meresahkan masyarakat?!"protes sang Pemuka Agama.

"Tapi ketika kau berkhotbah, engkau melakukannya dengan pamrih dan ingin dipuji. Lagipula ketika kau berkhotbah, orang-orang malah bosan mendengarnya bahkan tertidur sehingga mereka lupa mengingat Tuhan," tegas Malaikat. 

"Tapi si pencuri ini mencuri dengan penuh ketakutan. Ia tak bakal mencuri jika ia punya cukup uang untuk makan atau ada yang berbelas kasihan kepadanya. Lagipula karena keberadaannya orang-orang jadi terjaga di tengah malam dan selalu menyebut nama Tuhan."

Paradoks dan ironis bukan? Itu sejatinya sebuah kisah fiksi. Namun, bagiku, maknanya teramat dalam. 

Kumcer
Kumcer "Robohnya Surau Kami" karya A. A Navis/Sumber: goodreads.com

Sama menggetarkannya seperti ketika aku membaca cerpen legendaris Robohnya Surau Kami karya AA Navis yang dengan gaya ironi melukiskan seorang marbot atau penjaga masjid ("Garin"  dalam bahasa Minang) yang giat beribadah namun mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. 

Sang Garin yang merasa dijamin masuk surga karena aktivitasnya di 'rumah Tuhan' merasa tergedor ketika salah seorang tetangganya, Ajo Sidi, menceritakan mimpinya bahwa banyak orang Indonesia yang taat beribadah namun kelak justru masuk neraka karena Tuhan menganggap mereka hanya sibuk beribadah dan malas bekerja sehingga Indonesia menjadi negara miskin.

Cerpen yang dipublikasikan pada 1950-an itu sendiri awalnya digugat banyak orang yang merasa persepsi keberagamaannya terusik. 

Namun pada akhirnya mereka pun menyadari bahwa ironi yang disajikan AA Navis itu memang benar adanya. 

Beribadah sejatinya bukan hanya dalam bentuk ritual sholat, kebaktian atau sembahyang di pura tapi juga dalam amal karya nyata di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun