Dalam Al-Qur'an, Nabi Ibrahim digambarkan sebagai orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah sehingga perintah apa pun ia lakukan kendati bertentangan dengan pikiran dan perasaannya.Â
Ketika Ismail lahir, anak pertama yang ditunggu Ibrahim sekian lama, datang wahyu dari Allah agar Ibrahim menempatkan Siti Hajar dan anaknya yang masih bayi merah tersebut di sebuah lembah gersang di gurun pasir.Â
Tatkala Ibrahim meninggalkan mereka dengan bekal sebuah ghirbah (semacam wadah air yang terbuat dari kulit binatang), Siti Hajar bertanya,"Mau kemana engkau, Ibrahim? Engkau tinggalkan kami di lembah yang tiada siapapun dan apapun?"
Ibrahim tidak menjawab.
"Kepada siapa engkau titipkan kami di sini?" tanya Siti Hajar lagi.
"Kepada Allah," jawab Ibrahim pendek.
"Kalau begitu aku rela karena Allah," ujar Siti Hajar mantap penuh keimanan.
Ucapan Siti Hajar tersebut senada dengan pernyataan seorang sahabat Rasulullah SAW, Sa'ad bin Mu'adz, ketika diminta pandangannya mengenai keberangkatan kaum kafir Quraisy dari Mekah menjelang Perang Badar.Â
Rasulullah saat itu meminta pendapat para sahabat apakah hendak menghadang pasukan itu di luar kota Madinah atau tidak.Â
Dengan penuh keyakinan, Sa'ad berkata,"Kami telah beriman kepada Anda (Rasulullah SAW) dan kami pun telah membenarkan kenabian dan kerasulan Anda. Kami juga telah menjadi saksi bahwa apa yang Anda bawa adalah benar. Atas dasar itu kami telah menyatakan janji dan kepercayaan kami untuk senantiasa taat dan setia kepada Anda. Jalankanlah apa yang Anda kehendaki, kami tetap bersama Anda. Demi Allah, seandainya Anda menghadapi lautan dan Anda terjun ke dalamnya, kami pasti akan terjun bersama Anda."
Dalam salah satu kutipan Siroh Nabawiyah yang disusun oleh Dr. M. Sa'id Ramadhan Al Buthy tersebut sungguh tergambar suatu keyakinan kokoh atas landasan iman sejati, dan bukan berdasarkan fanatisme buta atas kharisma seorang tokoh(terlepas dari apakah kharisma itu pancaran murni atau hasil rekayasa pencitraan).