Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Empat Kiat Menjaring Jodoh

22 November 2020   19:24 Diperbarui: 22 November 2020   20:02 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Melajang, tulis M. Muhyidin dalam Dilarang Melajang (2006), secara filosofis dibedakan menjadi tiga yakni melajang karena sebab alamiah, melajang karena kehendak sendiri dan melajang karena terpaksa.

Apa maksudnya?

Melajang karena sebab alamiah adalah keadaan alami dalam kehidupan seorang manusia.

Bayi yang tumbuh menjadi bocah kemudian remaja memiliki keadaan, yang secara alamiah, melajang. Inilah kondisi melajang sebagai jembatan menuju kehidupan dewasa atau kehidupan berpasangan.

Sementara ketika seorang lelaki atau perempuan memahami kondisi melajang, dan ia sadar ia ingin melajang maka inilah yang disebut melajang karena kehendak sendiri.

Termasuk dalam kategori ini para biksu, biarawan atau pendeta yang mempraktikkan hidup selibat (tidak menikah selamanya) yang diyakini akan lebih mendekatkan diri mereka kepada Tuhan.

Di sisi lain, melajang karena keterpaksaan dibagi menjadi dua yakni melajang karena belum mampu menikah, dan memaksa diri sendiri melajang sebagai pilihan keadaan dengan segala konsekuensi logisnya.

Kisah Muawiyah bin Abu Sufyan, seorang tokoh pendiri Dinasti Umayyah dalam tarikh Islam pada abad 6-7 Masehi adalah contoh nyata tentang opsi kedua tersebut.

Dalam sebuah kitab klasik diceritakan sewaktu remaja Muawiyah bermimpi didatangi Rasulullah Nabi Muhammad SAW (Shalallahu 'Alaihi Wa sallam).

Dalam mimpinya itu, Rasullah berkata,"Wahai, Muawiyah, kelak anak cucumu akan membunuh cucuku."

Muawiyah sontak terbangun dan beristighfar. Sejak itu, ia bertekad takkan menikah seumur hidupnya karena ia takut memiliki keturunan. Ia tanamkan tekadnya itu begitu kuat karena cintanya kepada Rasulullah.

Dalam suatu perjalanan melintasi gurun pasir, Muawiyah ingin buang air kecil. Ia kemudian buang air kecil dengan cara berjongkok, sebagaimana yang disunnahkan Rasulullah untuk kaum laki-laki, di atas sebuah lubang.

Rupanya ia keliru memilih tempat. Itu adalah lubang tempat kalajengking bersarang. Kemaluan Muawiyah lantas disengat kalajengking hingga mengakibatkan penyakit pembengkakan.

Beberapa tabib yang mengobatinya angkat tangan, tidak sanggup.

Hingga akhirnya Muawiyah ditangani seorang tabib yang mengatakan bahwa satu-satunya obat untuk menyembuhkan penyakit itu adalah dengan berhubungan badan. Tentu saja itu hanya bisa dilakukan dalam ikatan pernikahan yang sah.

Awalnya, karena cintanya kepada Rasulullah, Muawiyah menolak. Ia memilih tetap melajang kendati harus menanggung penyakit itu seumur hidup.

Namun kemudian sang tabib menyarankan Muawiyah agar menikahi seorang perempuan tua yang sudah tidak subur dan diperkirakan tidak dapat melahirkan lagi. Muawiyah setuju, dan akhirnya penyakitnya sembuh.

Namun Allah punya rencana lain. Perempuan tua itu hamil dan melahirkan seorang anak.

Sejarah pun mencatat pada tahun 680 Masehi terjadi konflik politik dan meletus perang di padang Karbala, Irak, antara pasukan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rasulullah) dengan Bani Umayah (keturunan Muawiyah).

Husain terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, Suriah. Jasadnya dikubur di Karbala.

Itulah momentum bersejarah yang kelak diperingati kaum Syiah pada setiap 10 Muharam setiap tahun dengan ratap tangis dan upaya penyiksaan diri sendiri guna mengenang wafatnya putera Imam Ali bin Abi Thalib tersebut.

Lantas ada satu pertanyaan besar: melajang itu tren ataukah kecelakaan?

Jika melajang dipahami sebagai tren (baca: trend) yang definisinya adalah prevailing tendency, direction or style (Webster Dictionary) maka ia hanya gejala sesaat, yang dapat diluruskan.

Namun jika para lajang atau jomlo berprinsip sableng "kawin yes, nikah no", wah, celaka tiga belas deh!

Empat Kiat Menjaring Jodoh

"Mencintai itu adalah seperti kobaran api," ujar Kate Winslet dalam perannya di film Sense and Sensibility arahan sutradara Taiwan Ang Lee yang meraih Oscar lewat film Brokeback Mountain.

Yup, mencari jodoh harus bersemangat, jangan adem ayem. Meski jangan pula kelewat agresif, seperti ayam kebelet kawin, karena saking ekstremnya.

Jodoh memang sudah ditetapkan Tuhan di lauhul mahfudz sejak usia empat bulan dalam kandungan, akan tetapi ia tetap harus dijemput.

Karena jodoh seperti halnya rizki, kata Aa Gym, ia harus dijemput dan diupayakan.

Bagaimana caranya? Inilah keempat kiat andalan:

1. Memperluas Jejaring (social networking)

Pernah merasakan cinta ditolak atau kandas?

"Cinta ditolak entah sama akhwatnya atau ortunya mah jangan terlalu dibikin sulit. Lha akhwat yang laen yang mau menerima kondisi si ikhwan apa adanya, masih bejibun kok. Barangkali kalo si ikhwannya ikhlas, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik," kata Nurman, salah seorang warganet di Jakarta.

"Jika sudah seiman, penghasilan tetap (kalau rezeki kan tergantung usaha dan doa), yang pasti calon istri gak akan kelaparan. Go ahead, konsekuen. Satu hal yang penting, percaya deh sama kekuatan cinta. Karena ini benar-benar anugerah dari Allah. Tidak sembarangan orang bisa cocok dengan orang lain, kalau bukan Dia yang kasih dan ijinkan," ujar Lintang, warganet yang lain.

Nah, yang di atas adalah sebagian advis yang bertebaran di medsos ketika salah seorang warganet curhat mengenai cintanya yang kandas. Banyak yang bersimpati, banyak yang memberi dukungan atau support. Itulah kekuatan jejaring.

Kekuatan inilah yang juga dapat dimanfaatkan dalam mencari sang Miss Right atau Mr. Right (calon istri atau suami idaman). Mulai dari jejaring di dunia nyata seperti lingkungan sekolah, kursus, pekerjaan, lingkungan sekitar rumah atau hobi sampai jejaring di dunia maya (Internet).

Konon mantan menteri Yusril Ihza Mahendra mendapat jodohnya lewat Friendster (semacam Facebook di era 2000-an). Bertemulah ia dengan sang istri kedua yang blasteran Jepang-Filipina yang usianya jauh lebih muda, terpaut lebih dari 15 tahun.

Bukankah Nabi Muhammad juga menganjurkan agar rajin bersilaturahmi agar memperbanyak rejeki?

2. Memanfaatkan jasa Mak Comblang

Jangan malu-malu menganggukkan kepala jika butuh mak comblang atau pak comblang.

Pasti akan banyak orang yang rela memperkenalkan kita dengan kandidat Miss Right atau Mr. Right.

Lagipula bukankah orang-orang tua kita juga banyak yang sukses menikah karena dicomblangi alias dijodohkan?

Dalam bentuk yang mutakhir, mak comblang saat ini berbentuk biro jodoh. Demikian banyak biro jodoh di dunia nyata atau dunia maya. 

Tapi harap selektiflah. Karena tidak jarang, terutama di internet, ada biro jodoh atau situs jodoh yang sebenarnya merupakan kamuflase dari bisnis prostitusi terselubung atau ajang seks bebas.

3. Ta'aruf (perkenalan)

Inilah bentuk perjodohan yang awalnya lazim dikenal di kalangan Aktivis Dakwah Kampus (ADK), hingga kemudian merebak di kalangan sebagian artis Muslim, terlebih lagi kelompok artis hijrah.

Tapi tidak ada salahnya dicoba bagi kalangan non-ADK maupun non-artis hijrah.

Prosedurnya?

Biasanya anggota pengajian yang sudah merasa siap menikah akan bertukar biodata plus foto dengan difasilitasi murobbi atau murobbiyah (guru atau mentor mengaji).

Proses ta'aruf (perkenalan) didampingi orang ketiga agar lebih aman dan syar'i (baca: sesuai syariat atau aturan Islam). Dalam proses ini umumnya tidak dibutuhkan waktu lama untuk mencapai Hari-H alias waktu akad nikah.

Kecuali jika sang ikhwan (lelaki) atau akhwat (perempuan) punya segambreng kriteria atau keinginan yang susah dikompromikan.

Umumnya proses berlangsung cepat karena didasarkan pada prinsip kufu (kesetaraan) antara profesi, pendidikan dll dan tujuan membangun keluarga dakwah yang samara (sakinah mawaddah wa rahmah).

Salah seorang kawan saya yang mengikuti proses ini hanya butuh waktu sebulan sejak ta'aruf hingga walimatul 'ursy (resepsi pernikahan). Dengan seorang akhwat yang belum pernah ia kenal sebelumnya.

Dalam proses ini memang tidak dikenal istilah dan praktik pacaran, yang ribet dengan ritual PDKT (pendekatan) dll yang bahkan dapat memakan waktu bertahun-tahun.

Dari perspektif ekonomi, ini model penjaringan jodoh yang ekonomis, praktis dan efisien. Sungguh dapat direkomendasikan untuk zaman krisis global seperti sekarang.

Proses perjodohan model ini, yang dulu pernah ada di salah satu majalah Islam terbitan Jakarta di era 2000-an, saat ini juga sudah difasilitasi dalam bentuk kontak jodoh tanpa pacaran. Kabarnya di era medsos belakangan sudah ada dalam format grup Whatsapp dan aplikasi ponsel pintar (smartphone).

Tertarik mencoba? Love will find you if you try.

4. Tawakal

Dalam sebuah kisah bijak dikisahkan seorang hamba yang memohon kepada Tuhan akan pasangan idaman. Bertahun-tahun ia berdoa kepada Tuhan untuk memberikannya pasangan. Ia juga meminta kepada Tuhan seraya menjelaskan kriteria pasangan yang diinginkan.

Ia menginginkan pasangan yang baik hati, lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris, serta penuh perhatian. Ia bahkan memberikan kriteria fisik pasangan yang selama ini diimpikannya.

Sejalan dengan berlalunya waktu, ia menambahkan daftar kriteria yang diinginkannya.

Suatu malam Tuhan berkata kepadanya, "Hamba-Ku, Aku tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan."

"Mengapa, wahai Tuhan?"

"Karena Aku adalah Tuhan dan Aku adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang aku lakukan adalah benar."

"Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat memperoleh apa yang aku pinta dari-Mu?"

"Aku akan menjelaskan kepadamu," jawab Tuhan.

"Adalah suatu ketidakadilan dan ketidakbenaran bagi-Ku untuk memenuhi keinginanmu karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil bagi-Ku untuk memberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika terkadang engkau masih kasar. Atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi engkau masih kejam. Atau seseorang yang mudah mengampuni, tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam, atau seseorang yang peduli tetapi engkau sendiri bukan orang yang peduli."

Tuhan terus berkata, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari seseorang yang sudah mempunyai semua itu. Pasanganmu akan berasal dari tulangmu dan dagingmu, dan engkau akan melihat dirimu sendiri di dalam dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu. 

Pernikahan adalah seperti sekolah, suatu pendidikan jangka panjang. Pernikahan adalah tempat di mana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan membuat suatu kerjasama yang solid. Aku tidak memberikan pasangan yang sempurna karena engkau tidak sempurna. Aku memberikanmu seseorang yang dapat bertumbuh bersamamu."

Nah, sudah cukup paham hikmah dari kisah bijak tersebut?

Jika segala upaya sudah kita lakukan untuk menempa diri menjadi Mr. Right atau Miss Right dan ikhtiar sudah dilakoni habis-habisan namun sang Mr. Right atau Miss Right belum hadir juga, maka bertawakal adalah kata akhir.

"Barang siapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya." (Surah Ath-Thalaq, 65:3).

Apa pun takdir atau pemberian Tuhan haruslah kita syukuri. Karena di situlah segenap hikmah kehidupan bersumber.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui." (Surah Al Baqoroh, 2: 216).

Jakarta, 22 November 2020

 

Baca Juga:

  1. Bersedekahlah, Tuhan Jamin Rezekimu
  2. Saat Entong Sayang Dirisak Orang
  3. Aneka Cerita Anak Home Schooling
  4. Balada Remaja
  5. Tiga Jurus Menulis dari Para Maestro
  6. Kenangan Hari Pertama Menjadi Ayah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun