Dalam mimpinya itu, Rasullah berkata,"Wahai, Muawiyah, kelak anak cucumu akan membunuh cucuku."
Muawiyah sontak terbangun dan beristighfar. Sejak itu, ia bertekad takkan menikah seumur hidupnya karena ia takut memiliki keturunan. Ia tanamkan tekadnya itu begitu kuat karena cintanya kepada Rasulullah.
Dalam suatu perjalanan melintasi gurun pasir, Muawiyah ingin buang air kecil. Ia kemudian buang air kecil dengan cara berjongkok, sebagaimana yang disunnahkan Rasulullah untuk kaum laki-laki, di atas sebuah lubang.
Rupanya ia keliru memilih tempat. Itu adalah lubang tempat kalajengking bersarang. Kemaluan Muawiyah lantas disengat kalajengking hingga mengakibatkan penyakit pembengkakan.
Beberapa tabib yang mengobatinya angkat tangan, tidak sanggup.
Hingga akhirnya Muawiyah ditangani seorang tabib yang mengatakan bahwa satu-satunya obat untuk menyembuhkan penyakit itu adalah dengan berhubungan badan. Tentu saja itu hanya bisa dilakukan dalam ikatan pernikahan yang sah.
Awalnya, karena cintanya kepada Rasulullah, Muawiyah menolak. Ia memilih tetap melajang kendati harus menanggung penyakit itu seumur hidup.
Namun kemudian sang tabib menyarankan Muawiyah agar menikahi seorang perempuan tua yang sudah tidak subur dan diperkirakan tidak dapat melahirkan lagi. Muawiyah setuju, dan akhirnya penyakitnya sembuh.
Namun Allah punya rencana lain. Perempuan tua itu hamil dan melahirkan seorang anak.
Sejarah pun mencatat pada tahun 680 Masehi terjadi konflik politik dan meletus perang di padang Karbala, Irak, antara pasukan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rasulullah) dengan Bani Umayah (keturunan Muawiyah).
Husain terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, Suriah. Jasadnya dikubur di Karbala.