"Nah! Itu sumber dana, bo! Apalagi si Farah sering pegang pembukuan di rumah makan bokapnya. Kita butuh orang yang profesional, Cha, nggak sekedar yang cuma bisa dandan atau ngerumpi!"
"O, jadi Maya itu cuma bisa dandan dan ngerumpi ya, Du?" ledek Icha. Pandu melotot. Kali ini lebih galak dari sebelumnya. Icha mengikik menang.
"Bagaimana, Wakil Ketua? Setuju nggak?"
Kali ini Icha yang keki. Soalnya dalam pemilihan ketua panitia perpisahan, ia kalah bersaing dengan Pandu. Kendati ia merasa lebih berpengalaman dalam kepanitiaan acara perpisahan sekolah. Mentang-mentang ketua OSIS, masak jabatan mau dirangkap semua sih!
"Gimana, Cha?" Kali ini dengan nada yang lebih lembut. Gaya khasnya Pandu bila menginginkan sesuatu.
Icha terdiam. Ia belum mau kalah. "Du, kamu kan tau Farah itu orang Padang..."
Ucapannya menggantung. Ah, SARA sih!
"Nah, justru itu yang kita cari. Denger, Cha, orang Padang itu dikenal pintar dan hemat mengelola uang. Nah, kita butuh orang seperti itu. Inget ga tahun-tahun kemarin anggaran acara selalu defisit karena bendaharanya kelewat baik, tidak bisa nolak kalau disuruh mengeluarkan uang untuk anak-anak panitia. Banyak dana mubazir untuk makan-makan, jalan-jalan atau kaos panitialah. Nah, budaya seperti itu harus diberantas tuh!" ujar Pandu bak orator di depan demonstran. Icha cuma bisa manggut-manggut.
Mesti ngomong apalagi ya? Pandu keukeuh betul dengan pilihannya. Icha mendengus-dengus sambil kakinya menggosok-gosokkan ujung sepatu kets ke lantai.
Pandu merasa ada celah yang sedikit terbuka. "Icha, sebagai panitia, kita akan diuntungkan dengan keberadaan Farah. Dia kan alim banget, perwakilan Rohis di OSIS. Nah, citra panitia akan terangkat. Terbukti dong kalo acara perpisahan didukung semua pihak. Jadi tidak terkesan eksklusif."
Icha membenarkan ucapan Pandu, dalam hati. Tapi Farah jadi bendahara dan satu tim dengannya?