Saat orderan terjemahan atau penulisan sepi maka solusi kuno yang termudah adalah berutang sekadar untuk biaya makan keluarga dan biaya susu serta pampers anakku. Kendati salah satu hadis Rasullulah SAW mengatakan bahwa itu sebagian dari tanda-tanda kehinaan.
Mata anakku yang bening dan besar saat menatapku, kerapkali saat aku gendong untuk menidurkan atau membuatnya bersendawa, seakan bertanya kepadaku,"Abi ngutang lagi ya?"
"Iya nih," jawabku dengan mimik dibuat lucu untuk mencandainya.
Biasanya ia yang murah senyum akan tertawa terkekeh-kekeh. Terlebih lagi jika aku dengan gokil menirukan gaya tangannya yang khas seperti gaya orang menyetir mobil atau seperti gaya Superman terbang, dengan satu tangan teracung lurus ke depan.
"Nanti Alham harus jadi orang kuat ya," pesanku.
Entah mengerti atau tidak, ia tersenyum lebar. Tampak lucu menggemaskan dengan penampakan gusi kosong dan binaran mata kelerengnya.
Semoga saja harapan ayahnya ini terpatri di alam bawah sadarnya kelak saat dewasa. Ya, menjadi orang kuat, dalam pengertian fisik, keimanan, ilmu, finansial dan kedudukan, adalah syarat seorang pejuang.
Nama "Alham" adalah salah satu nama penulis-pejuang yang aku kagumi, Asahan Alham, dalam apa pun bentuk perjuangan yang ditekuninya.
Jika ada tangga menuju kesuksesan di masa depan yang harus didaki anakku ini, maka aku rela jadi anak tangga terbawah untuk ia pijak menuju anak tangga berikutnya.
Dan pelajaran ketiga adalah: jika ada kemauan pasti ada jalan.
Dengan kondisi menjadi ayah dan suami berpenghasilan tak menentu yang pernah tertipu orang, terlilit hutang dan kehabisan tabungan, yang merupakan ujian Allah agar emas terpisah dari loyang, aku belajar mengendalikan emosi, lebih menghargai istri dan belajar mensyukuri yang ada serta lebih gesit mengejar peluang.