Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang banyak dituding bermasalah serta dihentikan sementara oleh Kementerian PUPR antara lain karena kasus pekerja WNA China ilegal dan dianggap sebagai penyebab masalah banjir di jalur tol inilah yang tampaknya bakal menjadi batu sandungan bagi Tumiyana, sang insinyur yang dikenal sebagai eksekutor teknis lapangan yang andal, untuk menduduki posisi Kepala BO IKN.
Hambatan lainnya adalah, dikarenakan latar belakang Tumiyana sebagai teknolog murni dan bukan kader partai politik atau representasi parpol, dikhawatirkan tak ada dukungan atau backup politik (kecuali jika digaransi presiden atau anggota kabinet yang lain) yang dapat menopang atau membekingi Tumiyana jika dirongrong isu politik tertentu.Â
Karena jelas proyek pembangunan suatu ibu kota baru sebagai proyek multi-dimensi tidak hanya terkait aspek teknis yang memang vaknya Tumiyana. Dalam hal ini, tentu saja faktor dukungan kekuatan politik adalah prasyarat keberhasilan tugasnya sebagai Kepala BO IKN.
Terkecuali jika Tumiyana dapat bertransformasi dari waktu singkat dari sekadar teknolog menjadi teknolog plus, sekaliber BJ Habibie, yang tak hanya pakar teknik atau teknologi tapi juga mahir bersiasat politik untuk mengonsolidasikan basis politik dan menggaet dukungan publik demi kelanggengan jabatannya kelak, seandainya nanti dipilih Presiden Jokowi sebagai Kepala BO IKN.
Kedua, Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D. Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) ini lahir di Jakarta, 3 Oktober 1966 (53 tahun) dan menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) pada Kabinet Indonesia Maju yang dilantik Presiden Joko Widodo sejak 23 Oktober 2019.
Sebelumnya, Bambang Brodjonegoro pernah menjabat sebagai Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Menteri Keuangan pada periode awal kepresidenan Jokowi dan menjabat sebagai wakil menteri keuangan di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sebagai putera Prof. Soemantri Brodjonegoro (yang namanya diabadikan sebagai nama perpustakaan dan kompleks olahraga di Jakarta) yang mantan Rektor UI, Menteri Pertambangan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era rezim Orde Baru, Bambang Brodjonegoro lahir dan dibesarkan di lingkungan akademisi serta tumbuh dan berkembang di dunia akademik sebagai dosen dan konsultan ekonomi.
Sama halnya seperti figur kandidat lainnya yakni Ir. Tumiyana yang teknolog, inilah faktor hambatan (handicap) yang harus diatasi oleh Bambang Brodjonegoro jika kelak dipilih Jokowi sebagai Kepala BO IKN. Karena jika sekadar figur akademisi atau birokrat murni tanpa didukung kemampuan politik atau dukungan politik yang memadai jelas bebannya akan lebih berat dibandingkan dengan dua kandidat yang lain, yakni Ahok dan Abdullah Azwar Anas, yang sama-sama kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan kenyang makan asam garam dunia perpolitikan karena telah lama berkecimpung sebagai anggota parlemen.
Hal ini terbukti, Â kendati dalam skup yang lebih kecil, dari fakta kekalahan Bambang Brodjonegoro dalam ajang pemilihan ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) periode 2019-2022 pada Agustus 2019.Â
Bang Bro, sebutan untuk Bambang Brodjonegoro dalam ajang kampanye ketua ILUNI UI tersebut, yang semula digadang-gadang sebagai kandidat terkuat dan diperkirakan akan menang mudah, ternyata kalah telak dari Andre Rahadian, seorang advokat muda lulusan FHUI 1991 dan mantan Sekjen ILUNI UI pada periode sebelumnya. Dengan selisih sekitar 1500 suara, Bang Bro hanya menduduki peringkat kedua dari keseluruhan tiga kandidat ketua ILUNI UI.
Ternyata nama besar Bambang Brodjonegoro di dunia akademik serta portofolionya sebagai menteri dan pakar ekonomi pembangunan tidak linear dengan kemampuan dan kelihaian lobby serta siasat politiknya untuk merengkuh dukungan dari para alumni UI yang nota bene merupakan representasi Indonesia mini yang beragam dengan segala afiliasi politik dan ideologinya.