Pendukung hak adalah manusia yang memiliki berbagai macam hak kodrati atas pemberian Tuhan. Fikih Islam menggunakan istilah ahliyah untuk menunjuk arti kecakapan. Kecakapan mendukung hak disebut ahliyatul wujub dan kecakapan menggunakan hak terhadap orang lain disebut ahliyatul ada. Ada beberapa hal yang menjadi penghalang kecakapan orang melakukan perbuatan hukum. Penghalang-penghalang itu ada yang berakibal mengurangi, menghilangkan atau mengubah kecakapan. Macam-macam penghalang itu ialah: gila, seperti gila (rusak akal), mabuk, tidur, pingsan, pemboros, dungu, utang, dan sakit yang mengakibatkan kematian.
C. Benda dan  Milik
Menurut istilah Fikih Islam, benda adalah segala sesuatu yang mungkin dimiliki seseorang dan dapat diambil manfaatnya dengan jalan biasa. Maka, segala sesuatu yang telah menjadi milik seseorang, baik berupa tanah, barang-barang, binatang, perhiasan, uang dan sebagainya termasuk benda. Pengelompokan benda dapat didasarkan pada berbagai macam segi. Ditinjau dari segi dapat atau tidaknya dipindahkan, benda dibagi dua yaitu benda tetap dan benda bergerak. Kemudian ditinjau dari segi dapat atau tidaknya diganti dengan benda lain, benda dibagi dua: benda yang dapat diganti dengan benda lain yang sama (mitsli) dan benda yang hanya dapat diganti dengan harga (qimi). Sedangkan dari segi bernilai atau tidaknya, benda dibagi dua: benda bernilai (mutaqawwam) dan benda tak bernilai (ghairu mutaqawwam).
Sedangkan makna Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak. Meskipun segala macam benda mempunyai sifat dapat dimiliki, ditinjau dari boleh atau tidaknya benda itu dimiliki, terdapat tiga macam benda, yaitu:
- Benda yang sama sekali tidak boleh diserahkan menjadi milik perorangan. yaitu segala macam benda yang diperuntukkan bagi kepentingan umum, seperti: jalan umum, perpustakaan umum, museum umum dan sebagainya.
- Benda yang pada dasarnya tidak dapat menjadi milik perorangan, tetapi dimungkinkan untuk dimiliki apabila terdapat sebab- sebab yang dibenarkan syarak. Misalnya, harta wakaf dan harta milik baitul mal.
- Benda yang sewaktu-waktu dapat menjadi milik perorangan, yaitu semua benda yang tidak disediakan untuk umum, bukan harta wakaf dan bukan milik baitul mal.
Milik ada dua macam, yaitu milik sempurna dan milik tidak sempurna. Milik sempurna memiliki 2 ciri-cirinya yaitu tidak dibatasi dengan waktu tertentu dan pemilik mempunyai kebebasan menggunakan, memungut hasil dan melakukan tindakan- tindakan terhadap benda miliknya, sesuai dengan keinginannya. Sedangkan milik tidak sempurna ada 3 macam yaitu Milik atas zat benda saja (raqabah) tanpa manfaatnya, Milik atas manfaat atau hak mengambil manfaat benda dalam sifat perorangan dan Hak mengambil manfaat benda dalam sifat kebendaannya yaitu yang disebut hak-hak kebendaan. Cara memperoleh milik sempurna yakni dengan cara menguasai benda mubah, akad (perikatan) pemindahan milik, penggantian milik dari orang yang telah meninggal (warisan), syuf'ah.
D. Akad
Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang dibenarkan syarak yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedang kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Sedangkan Rukun akad adalah ijab dan kabul sebab akad adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul. Agar ijab dan kabul benar-benar mempunyai akibat hukum, diperlukan adanya tiga syarat sebagai berikut :
- Ijab dan kabul harus dinyatakan oleh orang yang sekurang-kurangnya telah mencapai umur tamyiz yang menyadari dan mengetahui isi perkataan yang diucapkan hingga ucapan- ucapannya itu benar-benar menyatakan keinginan hatinya.
- Ijab dan kabul harus tertuju pada suatu objekyang merupakan objek akad.
- Ijab dan kabul harus berhubungan langsung dalam suatu majelis apabila  dua belah pihak sama-sama hadir, atau sekurang-kurangnya dalam majelis diketahui ada ijab oleh pihak yang tidak hadir.
Pengertian sighat akad yaitu dengan cara bagaimana ijab dan kabul yang merupakan rukun-rukun akad itu dinyatakan. Sighat akad dapat dilakukan dengan secara lisan, tulisan, atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan kabul, dan dapat juga berupa perbuatan yang telah menjadi kebiasaan dalam ijab dan kabul. Sedangkan makna dari keinginan sepihat adalah Orang yang menyatakan keinginan untuk mewakafkan pekarangan guna membangun masjid misalnya berarti telah menetapkan kewajiban terhadap diri sendiri untuk mewakaf- kan pekarangannya tersebut tanpa memerlukan kabul pihak lain.
Dari contoh tersebut di atas dapat diperoleh ketentuan bahwa keinginan sepihak dapat menimbulkan kewajiban terhadap orang yang menyatakan keinginannya, tanpa adanya kabul dari pihak lain. Contoh-contoh lain dapat disebutkan umpamanya hibah, nazar, menang- gung utang orang lain, wasiat, dan sebagainya. Jika keinginan sepihak tersebut kita terapkan dalam akad, yang rukun-rukunnya adalah ijab dan kabul, tidak tergambar adanya suatu akad yang terbentuk dari keinginan sepihak sebab tidak terdapat seseorang dalam satu waktu menyatakan ijab dan kabul untuk diri sendiri. Maka, Imam Syafii berpendapat bahwa suatu akad dipandang tidak sah apabila hanya dinyatakan oleh satu pihak saja, tanpa ada pihak lain.
Dalam akad ini terdapat niat dan perkataan dalam akad, makna niat sendiri adalah suatu gerakan hati untuk melakukan sesuatu. Niat dapat diketahui ada apabila dinyatakan dengan perkataan. Apabila akad terjadi dengan perkataan, tetapi dirasakan atau diduga tidak sesuai dengan niat atau keinginan yang terkandung dalam hati, perkataan dalam akad itu dipandang tidak mempunyai akibat hukum atau diartikan sejalan dengan isi niat atau keinginan yang ada. Dalam hal ini dapat terjadi banyak kemungkinan sebagai berikut :
- Perkataan yang dinyatakan dapat menimbul-kan kewajiban atau membentuk akad, tetapi orang yang mengatakannya tidak mengerti bahwa perkatan itu mempunyai arti demikian.
- Perkataan yang dapat dimengerti oleh yang menyatakan mempunyai akibat hukum, tetapi ia tidak sengaja dalam menyatakannya, main-main atau tidak sadar.
- Perkataan yang mempunyai akibat hukum, orang yang menyatakan mengetahui hal itu dan ia pun menyatakannya dengan sengaja, tetapi ia tidak mempunyai niat atau keinginan untuk menumbuhkan kewajiban atau mengadakan akad dengan perkataannya itu.
- Perkataan yang mempunyai akibat hukum, orang yang menyatakan pun mengetahui hal itu, tetapi ia menyatakan karena dipaksa.
- Perkataan yang menurut pengertian bahasa- nya menunjukkan arti akad atau menimbulkan kewajiban tertentu, tetapi yang bersangkutan menginginkan yang lain.
- Perkataan dalam akad yang dimaksudkan untuk mencapai maksud yang tidak dibolehkan syarak.
Adapun syaratnya ada yang menyangkut rukun akad, ada yang menyangkut objeknya dan ada pula yang menyangkut subjeknya.