Mohon tunggu...
nurpuri pujiyanti
nurpuri pujiyanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

ilmu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Film "The Social Dilemma" bagai Pisau Bermata Dua

24 Juli 2021   20:05 Diperbarui: 24 Juli 2021   20:16 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Paman penjelajah metropolitan ini biasanya mengungkapkan ide-idenya dalam nuansa naratif, yang merujuk pada transformasi masyarakat menjadi "masyarakat modern". Dia mengaku sering bekerja dengan klien dari luar negeri dan rekan-rekannya di luar negeri, sehingga pamannya merasa seperti kota kosmopolitan, dan menyarankan agar dia bisa bekerja dengan orang-orang di luar negeri. Indonesia. 

Oleh karena itu, paman peneliti "internasional" ini berharap agar Indonesia dapat benar-benar "modern", menyingkirkan pemikiran-pemikiran yang "radikal, konservatif, dan ekstrim", serta membangun tatanan sosial yang lebih stabil dan nyaman bagi semua suku dan kelompok di Indonesia. Agama yang hidup di Indonesia.

 Kedua, kerabat peneliti yang menganut fundamentalisme agama cenderung berpandangan radikal tentang perubahan sosial dalam konteks modernitas. Ia merasa bahwa cerita-cerita tentang perlindungan hak-hak LGBT yang sering ia coba saat ini sedang memperjuangkannya. Di belahan dunia, hal ini tidak boleh terjadi karena mereka percaya bahwa orang-orang LGBT tidak setuju dengan ajaran agama mereka. 

Selain itu, ia kerap mengirimkan berbagai pesan kepada penyidik   melalui WhatsApp yang mengisyaratkan keterlibatan Presiden Joko Widodo. Widodo mendukung komunisme dan sering menerbitkan informasi yang membuktikan penentangannya terhadap undang-undang yang komprehensif. 

Sayangnya, sumber yang diberikan oleh kerabat peneliti fundamentalis tidak terlalu meyakinkan dan seringkali merupakan sumber yang sangat terpolarisasi, sehingga keberadaan gelembung filter tampak sangat kuat. Dia juga menolak untuk menonton berbagai saluran TV. Pandangannya tentang "Tentang Djokovy".

 Penyidik   juga menanyakan tentang reaksi kedua belah pihak terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron (Emmanuel Macron), yang mengatakan bahwa Islam adalah agama dalam krisis. Pandangan kedua pihak bertentangan secara diametral. Presiden Macron mengatakan ini benar karena dia percaya bahwa serangan teroris di Prancis, dimulai dengan serangan ISIS di kantor Charlie Hebdo dan tragedi pisau baru-baru ini, adalah semacam "krisis" dalam Islam. 

Dia kemudian menambahkan bahwa pernyataan Presiden Macron adalah kecaman terhadap komunitas Islam global, dan orang sekuler yang ingin tinggal di Prancis adalah langkah untuk mencegah serangan teroris ini. 

Tidak seperti paman kosmopolitan saya, relatif. Fundamentalis agama percaya bahwa pandangan Presiden Macron sangat sekuler dan tidak setuju. Dia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang "baik" dan terorisme tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan Islam. Keberadaan Charlie Hebdo seolah menyinggung Nabi Muhammad SAW, nabi Islam yang paling disegani.

 Oleh karena itu, dalam skala global, kita dapat melihat bahwa isu terkait perkataan Presiden Macron telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat yang menghargai sekularisme atau sekularisme, dan menghormati penerapan nilai-nilai agama dalam segala aspek kehidupan.Sebuah artikel di Balibar (2020) menunjukkan bahwa beberapa besar narasi yang dikembangkan oleh politikus-politikus dunia cenderung merujuk pada sekulerisme, dan tetnunya hal tersebut mendapat tentangan dari kelompok agama dan daripadanya menghasilkan sebuah kritikan terhadap dunia masyarakat kontemporer (Balibar, 2020). 

survey yang dilakukan oleh American Secular Research menemukan bahwa sebanyak 14,3 juta responden menganggap orang sekuler atau non-religius, dan 51,9 juta responden mengindikasikan pendidikan bernuansa sekuler. Keyakinan terhadap agama menjadi prioritas untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari isu-isu yang terkait dengan stigma agama. 

Di Uni Eropa sendiri, sebuah studi oleh Free University of Brussels dan Observatory of Religion and Religion (ORELA) menunjukkan bahwa hanya sekitar 51 tiga responden yang percaya akan keberadaan Tuhan, dan sebagian besar responden percaya bahwa stigma agama harus diminimalkan. karena agama Stigmatisasi keyakinan dapat menjadi sumber konflik sosial dan mengarah pada perkembangan sekularisme di UE (Sgesser et al., 2018). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun