Pendekatan Klitgaard sangat relevan di Indonesia karena beberapa alasan berikut:
Kultur Monopoli dalam Sektor Publik: Di Indonesia, banyak sektor publik yang dikuasai oleh segelintir pihak atau perusahaan, seperti pengadaan barang dan jasa, izin usaha, dan kontrak-kontrak pemerintahan. Monopoli ini menciptakan peluang besar bagi pejabat publik untuk melakukan korupsi, karena mereka memiliki kontrol penuh atas alokasi sumber daya yang sangat dibutuhkan masyarakat dan dunia usaha. Dalam hal ini, penerapan pendekatan Klitgaard yang menekankan pengurangan monopoli akan sangat berguna untuk membuka pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat.
Diskresi yang Tidak Terkontrol: Di Indonesia, pejabat publik sering kali diberikan kewenangan yang sangat luas dalam pengambilan keputusan tanpa adanya pengawasan yang ketat. Misalnya, dalam proses pemberian izin, pengawasan anggaran, atau bahkan dalam hal penegakan hukum. Diskresi yang terlalu besar tanpa kontrol akan membuka peluang bagi tindakan korupsi, seperti suap atau nepotisme. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan kontrol yang lebih ketat terhadap kewenangan yang diberikan kepada pejabat untuk mengurangi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Kekurangan Akuntabilitas dan Transparansi: Indonesia masih menghadapi masalah dalam hal transparansi dan akuntabilitas di banyak sektor pemerintahan. Proses pengambilan keputusan yang tidak transparan sering kali menyulitkan masyarakat untuk memantau dan mengevaluasi kinerja pejabat publik. Laporan keuangan yang tidak akurat dan pengawasan yang lemah juga memperburuk situasi. Pendekatan Klitgaard, yang menekankan pentingnya akuntabilitas, sangat relevan untuk memperbaiki sistem pemerintahan di Indonesia.
Karena itu, pendekatan Klitgaard menawarkan solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi akar masalah korupsi di Indonesia, dengan cara mengurangi monopoli, membatasi diskresi pejabat, dan meningkatkan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan publik.Â
Korupsi di Indonesia merupakan masalah serius yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan terus berkembang hingga era modern.Â
Berdasarkan pendekatan Robert Klitgaard, yang menyatakan bahwa korupsi terjadi akibat adanya monopoli, kekuasaan yang besar, dan kurangnya akuntabilitas, kita dapat melihat bagaimana ketiga faktor ini memainkan peran penting dalam berbagai kasus korupsi di Indonesia.Â
Monopoli yang dikuasai oleh segelintir pihak, seperti pejabat atau kelompok tertentu, memungkinkan mereka untuk mengendalikan keputusan-keputusan penting yang berpotensi menguntungkan diri mereka.Â
Sementara itu, kekuasaan yang tidak diimbangi dengan pengawasan yang ketat menciptakan ruang bagi penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara dan masyarakat. Kurangnya akuntabilitas atau pengawasan terhadap pengelolaan anggaran dan kebijakan membuat praktik korupsi berlangsung tanpa hambatan yang berarti.
Kasus-kasus korupsi yang mencuat di Indonesia, seperti proyek Hambalang, suap dalam perizinan tambang, dan korupsi dana bantuan sosial COVID-19, adalah contoh nyata bagaimana elemen-elemen yang dijelaskan oleh Klitgaard bekerja dalam praktek.Â
Monopoli dalam pengelolaan proyek, kekuasaan yang tidak transparan, serta akuntabilitas yang lemah menyebabkan penyelewengan anggaran dan praktik suap terus terjadi di berbagai sektor pemerintahan dan pembangunan.Â